Auckland –
New Zealand terang-terangan mulai waspada dengan turis yang datang ke negaranya. Awalnya ada kenaikan pajak, sekarang tempat wisata juga akan berbayar.
Dilansir dari Independent UK pada Jumat (15/11), New Zealand mempertimbangkan untuk mengenakan biaya masuk ke beberapa destinasi paling ikonik sebagai upaya untuk melestarikannya.
Pemerintah tengah mencari masukan tentang pengenaan biaya masuk bagi pengunjung domestik dan asing ke lima lokasi wisata ikonik, yang secara kolektif dikunjungi 2,6 juta orang per tahun.
Menteri konservasi menyebutnya sebagai perubahan potensial terbesar dalam konservasi dalam lebih dari tiga dekade.
“Kami juga sedang berkonsultasi tentang usulan untuk mengenakan biaya masuk bagi beberapa kawasan konservasi publik. Biaya masuk digunakan secara luas di tingkat internasional untuk membantu menjaga situs-situs populer agar tetap lestari,” kata Tama Potaka.
Menurut dua dokumen diskusi yang dirilis pada hari Jumat, pemerintah berencana untuk mengenakan biaya masuk sebesar 20 USD atau Rp 317 ribuan bagi setiap warga New Zealand dan 30 USD atau Rp 475 ribuan bagi setiap turis asing. Tarif ini rencananya berlaku untuk Cathedral Cove, Tongariro Alpine Crossing, Franz Josef Glacier, Milford Sound, dan Aoraki Mount Cook National Park.
Biaya tersebut diharapkan dapat menghasilkan sekitar 71 juta USD per tahun. Dengan hanya mengenakan biaya masuk bagi pengunjung internasional, pendapatan akan berkurang sekitar setengahnya.
“Ekosistem New Zealand sedang menurun dan hampir 4.000 spesies asli terancam punah,” demikian pernyataan salah satu dokumen.
Departemen Konservasi sedang ‘bertahan’ saat ini dan tidak dapat melakukan apa-apa tanpa biaya akses.
Banyak negara seperti AS, Inggris, Jepang, dan Australia mengenakan biaya akses untuk mengendalikan jumlah pengunjung ke tempat wisata dan meningkatkan pendapatan, departemen tersebut menegaskan.
Pemerintah juga akan membahas “memodernisasi” pengelolaan lahan konservasi.
Sementara itu, proposal tersebut menuai kritik dari Forest and Bird, sebuah organisasi konservasi independen, yang mengatakan bahwa terhubung dengan alam adalah bagian dari menjadi warga Kiwi.
“Koneksi dengan te Taiao adalah bagian mendasar dari menjadi warga New Zealand. Semua warga New Zealand harus dijamin kemampuannya untuk terhubung dengan lingkungan alam kita terlepas dari berapa banyak uang yang mereka hasilkan,” katanya.
Potaka mengatakan bahwa ia tidak memiliki “pandangan tegas” tentang apakah warga New Zealand memiliki hak yang tidak dapat dicabut untuk akses gratis ke lahan konservasi publik.
“Saya rasa rata-rata warga New Zealand, di tempat-tempat tertentu, akan tertarik pada diskusi itu karena rata-rata warga menyadari bahwa merawat tempat-tempat ikonik itu tidak gratis,” katanya.
Sebelumnya, New Zealand baru saja menaikkan biaya masuk turis sebanyak tiga kali lipat. Menteri Pariwisata mengatakan hal itu demi memelihara infrastruktur dan konservasi, turis akan dikenakan biaya sekitar 62 USD atau Rp 960 ribuan mulai 1 Oktober.
Menteri Pariwisata mengatakan bahwa pungutan senilai USD 62 tersebut hanya sekitar 3 persen dari rata-rata yang dibelanjakan para turis internasional di Selandia Baru. Kenaikan itu juga disebut sesuai dengan yang diberlakukan di Australia dan Inggris.
“Meningkatkan (pungutan) berarti kita dapat terus mengembangkan pariwisata internasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sambil memastikan pengunjung internasional berkontribusi pada area dan proyek konservasi yang bernilai tinggi,” ujar Menteri Pariwisata Matt Doocey pada Selasa (3/9/2024).
(bnl/bnl)