Jakarta –
Donald Trump kembali menjadi Presiden Amerika Serikat membuat ilmuwan cemas, khususnya dalam soal menangkal perubahan iklim. Ketidakpedulian Trump pada isu tersebut bisa membahayakan masa depan Planet Bumi.
Trump tak segan menyebut perubahan iklim adalah hoax. Jadi saat nanti memimpin, AS bisa saja kembali keluar dari perjanjian iklim Paris dan tidak mematuhi rencana PBB untuk menangani krisis iklim yang dinilai semakin parah.
Dikutip detikINET dari Guardian, agenda Trump nantinya berisiko membuat beberapa miliar ton gas berbahaya mencemari atmosfer. Michael Mann, ilmuwan iklim dari University of Pennsylvania, menilai kemenangan Trump adalah ancaman besar bagi Planet Bumi.
“Terpilihnya seorang penyangkal perubahan iklim sebagai presiden AS sangat berbahaya bagi dunia,” kata Bill Hare, ilmuwan senior di Climate Analytics. Dia memperingatkan pemerintahan Trump kemungkinan akan merusak upaya besar dalam mencegah pemanasan global lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, target Paris yang kini tampaknya makin mustahil dicapai.
Di seluruh Eropa, kekecewaan mendalam juga diungkapkan atas terpilihnya Trump. “Ini adalah hari yang gelap bagi AS dan juga secara global,” cetus Thomas Waitz, co chair Partai Hijau Eropa yang dikutip detikINET dari Guardian.
Areeba Hamid, direktur eksekutif Greenpeace UK menyebut Pilpres AS kali ini dimenangkan oleh uang dari korporat, sosok-sosok yang suka mencemari lingkungan dan menyebarkan disinformasi.
Namun ia menyarankan agar pendukung kelestarian Bumi tidak menyerah. “Kita tidak boleh membuang-buang waktu. Apapun yang akan dilakukan oleh pemerintahan Trump soal aksi untuk iklim, kerusakan bisa dikendalikan jika banyak orang dewasa yang berbicara,” cetusnya.
Kabar baiknya, energi terbarukan mulai mendapatkan momentum di AS dan banyak didukung, misalnya energi angin dan Matahari. Jadi, upaya Trump untuk kembali menggencarkan energi minyak atau gas mungkin akan sulit dilakukan.
“Hasil pemilu ini akan dilihat sebagai gangguan besar bagi aksi iklim global. Namun hal itu tidak bisa menghentikan perubahan yang sedang terjadi dan memenuhi tujuan dari perjanjian Paris,” cetus Christiana Figueres, mantan kepala iklim di PBB.
(fyk/fay)