Jakarta –
Salah satu prioritas Meutya Hafid saat menjabat Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) di Kabinet Merah Putih, yakni pemerataan akses internet dan ramah untuk semua orang, termasuk anak-anak. Pakar telekomunikasi pun memberikan saran kepada Meutya mengatasi persoalan tersebut.
Dalam pertemuan antara Menkomdigi Meutya Hafid dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada Selasa (29/10/2024) salah satu pembahasan mengenai bagaimana sinyal internet bisa mengalir hingga ke daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T).
Saat ini program unggulan pemerintah dalam memberikan pemerataan internet adalah membangun BTS (base transceiver station). Dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat menantang, menurut Pengamat Telekomunikasi ITB Ian Josef Matheus Edward, pembangunan BTS di3T menjadi tantangan tersendiri.
“Pemerataan internet bukan hanya soal membangun menara BTS atau jaringan serat optik, tetapi juga mencakup tantangan untuk memastikan akses yang merata hingga ke pelosok,” ungkap Ian Joseph, Minggu (3/11/2024).
Disampaikannya bahwa kolaborasi antara pemerintah dan operator telekomunikasi sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem digital yang inklusif, baik melalui layanan mobile, kabel tetap (fix-cable), maupun satelit.
“Dengan berbagi infrastruktur yang ada, kita dapat mempercepat penetrasi jaringan di wilayah-wilayah sulit tanpa membebani operator dengan biaya pembangunan tinggi, Menkomdigi harus segera membuat pedoman mengenai kebijakan sharing ini” kata Ian.
Salah satu kebijakan lainnya yang dapat dipertimbangkan Komdigi untuk dapat segera mewujudkan pemerataan internet adalah dengan membuat aturan mengenai implementasi Universal Service Obligation (USO) non-cash. Langkah ini memungkinkan operator melaksanakan program USO dalam bentuk penyediaan infrastruktur telekomunikasi di wilayah non-ekonomis.
Sebab dalam UU telekomunikasi yang saat ini masih berlaku, di Pasal 16 disebutkan bahwa kontribusi pelayanan universal yang harus diberikan penyelenggara telekomunikasi sejatinya adalah penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi.
Agar operator telekomunikasi ‘getol’ membangun di daerah non komersial, Ian menyarankan agar Komdigi dapat membuat kebijakan yang mengatur pemenuhan kewajiban USO melalui pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Komdigi dapat berkoordinasi dengan Kemenkeu untuk merancang model kebijakan dimaksud yang memberikan efisiensi bagi operator telekomunikasi dan negara.
Ian juga menekankan pentingnya regulasi fair play antara operator telekomunikasi lokal dan penyedia layanan digital global (OTT).
“Kebijakan ini dapat menciptakan keseimbangan tanggung jawab antara OTT dan operator, sehingga persaingan menjadi lebih adil dan kondusif bagi industri telekomunikasi lokal,” jelas Ian.
Dalam rangka mendukung arahan Presiden Prabowo terkait kedaulatan bangsa, Ian mengusulkan agar Komdigi mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), termasuk OTT, untuk menempatkan data di dalam negeri.
“Kewajiban ini penting, terutama terkait data pribadi masyarakat Indonesia, guna memastikan keamanan dan kedaulatan data nasional,” tegas Ian.
Langkah ini, menurut Ian, akan memperkuat pelindungan data dan memberikan equal playing field kepada pelaku industri dalam negeri.
Ian juga menekankan pentingnya pengaturan kompetisi yang sehat di industri telekomunikasi. Dengan kebijakan yang mendukung persaingan adil, pemerintah dapat menjaga keberlanjutan operator serta meningkatkan kapasitas mereka dalam membangun infrastruktur di seluruh Indonesia.
“Regulasi yang kondusif akan memperkuat sektor telekomunikasi, sehingga operator dapat lebih optimal dalam memperluas jaringan dan melayani masyarakat,” tambah Ian.
Dengan akses internet yang merata, Indonesia dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, sesuai dengan visi Presiden Prabowo dan Wapres Gibran untuk menciptakan ekonomi yang inklusif dan berdaya saing tinggi.
“Pemerataan internet bukan hanya soal konektivitas; ini tentang membuka akses ekonomi dan kesempatan yang setara bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutup Ian Joseph.
(agt/agt)