San Jose –
Di era perkembangan yang pesat AI, masih banyak yang merasa ragu untuk menggunakannya. Data terbaru Symmetry menyebut baru 27% yang aktif menggunakan AI. Meski begitu, angka ini naik dari enam bulannya sebelumnya yang menyebut hanya 16% — walaupun masih relatif kecil.
“Angka itu menjadi dua kali lipat hanya dalam enam bulan. Kami mencoba menggali lebih dalam untuk alasan di balik itu, mengapa orang-orang mulai mencari cara terbaru untuk menggunakan AI,” kata Dr Chris Brauer University of London and Chief Innovation Officer Symmetry, di Tech Forum Samsung Galaxy AI, Kamis (23/1/2025), San Jose, Amerika Serikat.
Dari pengamatan dan survei terhadap ribuan responden, diketahui bahwa orang-orang menggunakan AI untuk mengorganisir hal-hal agar menjadi lebih simpel. Misalnya untuk mengatur agenda di kalender dan hal lainnya agar lebih teratur.
Berikut ini alasan mengapa orang-orang masih ragu menggunakan kecerdasan buatan:
1. Meragukan AI (56%)
Dari studi ke studi lain, alasan pertama orang masih ragu pakai kecerdasan buatan karena memang tidak yakin apakah memakai AI atau tidak ada bedanya.
“Terlepas dari contoh kasus yang Anda ketahui, orang-orang mencari bukti yang jelas. Bahwa dengan memanfaatkan AI secara lebih luas, mereka dapat mencapai tujuan pribadi mereka sendiri, dan cara mereka sendiri untuk mendapatkan manfaat dari teknologi. Mereka mencari bukti yang sangat jelas,” ujarnya.
2. Kurang percaya diri (85%)
Dikarenakan perkembangan teknologi yang sangat pesat, banyak orang berpikir apakah mungkin untuk mengejar ketertinggalan yang ada? Padahal, tak sedikit yang menjadi lebih produktif dan ‘naik kelas’ karena menggunakan AI dalam mengerjakan tugas repetitif dan makan waktu.
“Tentang AI, dan ada rasa kurang percaya diri di antara populasi yang luas yang berpikir “kayaknya, saya bukan salah satu dari mereka” (yang mahir dengan AI), dan saya tidak sepenuhnya paham tentang bagaimana saya benar-benar dapat memaksimalkan dan membuka manfaat AI seperti yang dilakukan semua orang,” lanjutnya.
3. Ragu akan privasi (90%)
“90% dari consumer yang kami survei secara signifikan ragu atas keamanan privasi di AI. Tapi, Anda tahu, ketika mereka terhubung dengan teknologi itu, ini adalah kesempatan yang luar biasa,” ucap Dr Chris.
“Kita melihat diskusi berkesan soal S25 dan seputarnya serta bagaimana mereka sekarang. Inovasi pada produk dan teknologinya. Saya bersemangat untuk melihat permintaan yang ada,” jabarnya.
Jay Kim Executive Vice President and Head Customer Experience Office Samsung dalam kesempatan yang sama menuturkan bahwa pihaknya menyadari kebiasaan atau aktivitas simpel justru akan mengenalkan orang dengan teknologi kecerdasan buatan. Contohnya, untuk memesan makanan dengan menu berbahasa Prancis. Tak perlu lama-lama translate, lewat AI yang disematkan di S25 akan memudahkan.
“Jadi ini adalah contoh yang sangat sederhana di mana AI dapat mengubah kehidupan orang-orang menjadi lebih efisien dan lebih produktif. Dan Anda tahu, kami bekerja sangat keras untuk mewujudkannya dengan mitra di Google,” tegasnya.
Pada akhirnya, terungkap bahwa memang dibutuhan kemitraan yang kuat antara Samsung, Google, dan Qualcomm untuk mengintegrasikan AI ke dalam perangkat. Keterlibatan ini menyangkut pemrosesan AI pada perangkat.
Perlu dicatat, keamanan dan privasi adalah yang terpenting. Dengan berbagai lapisan perlindungan dari Samsung, mereka memastikan data pengguna tetap pribadi dan di bawah kendali pengguna.
(ask/afr)