Jakarta –
Dua orang pekerja tewas dipanah suku pedalaman Amazon saat membabat hutan untuk pembangunan jalan. Dua lainnya dinyatakan hilang dan tidak diketahui keberadaannya.
Peristiwa ini terjadi di Sungai Pariamanu di Provinsi Madre de Dios, Peru, pada 29 Agustus 2024 silam. Kabar ini telah dibenarkan oleh FENAMAD, federasi suku-suku yang tinggal di wilayah tersebut.
Konfrontasi dimulai Ketika seorang perempuan dari Suku Mashco Piro mendekati kelompok pekerja yang sedang membersihkan area hutan. Terjadilah perlawanan dari suku itu dengan menembakkan anak panah ke para pekerja. Dua meninggal dunia, dua lagi hilang, sisanya luka-luka.
Survival International organisasi yang menjunjung hak masyarakat adat berpendapat bahwa insiden tragis itu menandakan perlunya pemerintah untuk secara resmi mengakui dan melindungi seluruh wilayah suku Mashco Piro.
“Ini adalah tragedi yang sepenuhnya dapat dihindari. Pihak berwenang Peru telah mengetahui selama bertahun-tahun bahwa wilayah yang mereka pilih dijual untuk penebangan itu sebenarnya adalah wilayah Mashco Piro,” kata Caroline Pearce Direktur Survival International dalam sebuah pernyataan.
“Dengan memfasilitasi penebangan dan perusakan hutan hujan ini, mereka tidak hanya membahayakan kelangsungan hidup masyarakat Mashco Piro, yang sangat rentan terhadap epidemi penyakit yang dibawa oleh orang luar, tetapi mereka juga secara sadar membahayakan nyawa para pekerja penebangan,” tambah Pearce.
Melansir IFLScience, Suku Mashco Piro adalah komunitas pemburu-pengumpul nomaden yang tinggal di hutan hujan di tenggara Peru. Mereka kemungkinan merupakan salah satu suku terbesar di dunia yang tidak tersentuh luar. Diperkirakan suku tersebut memiliki 750 anggota.
Lebih lanjut, Suku Mashco Piro ternyata punya trauma terhadap orang luar. Pada akhir abad ke-19, suku tersebut mengalami penderitaan yang luar biasa di tangan para baron karet kolonial di Amazon bagian barat. Ribuan orang diperbudak, sementara yang tak terhitung jumlahnya diburu, disiksa, dirampok bahkan hingga diperkosa juga dibunuh. Sekarang, mereka menghadapi ancaman baru, penebangan dan penggundulan hutan.
Sebelumnya, ada insiden pada tanggal 27 Juli di mana suku itu menyerang para penebang menggunakan busur dan anak panah di wilayah yang diperebutkan. Hanya beberapa minggu sebelum konflik, Survival merilis foto-foto yang menunjukkan bagaimana anggota suku Mashco Piro tinggal sangat dekat dengan bagian-bagian hutan yang sedang diincar oleh perusahaan-perusahaan penebangan.
Karena dua serangan kini terjadi dalam hitungan minggu, Survival International menyeru kepada pemerintah untuk mengambil tindakan sebelum lebih banyak tragedi terjadi.
“Pemerintah harus bertindak sekarang: harus membatalkan konsesi penebangan dan mengakui serta melindungi seluruh wilayah Mashco Piro. Jika tidak, tragedi selanjutnya tidak dapat dihindari,” tutup Pearce.
(ask/rns)