Jakarta –
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas membantah memberikan izin 1,6 juta hektare (ha) lahan hutan menjadi perkebunan sawit. Ia menjelaskan tidak ada izin pembukaan lahan baru untuk lahan sawit, tetapi memberikan kepastian tata ruang baik bagi Kabupaten hingga Desa di Riau.
Ia menjelaskan sejak zaman kerajaan, perkampungan atau desa telah ada. Kemudian terjadi pemekaran baik menjadi kabupaten baru, kota baru, hingga pembangunan jalan baru. Padahal, dalam catatan pemerintah masih tercatat sebagai kawasan hutan, namun telah berubah fungsi.
Sebanyak 1,6 juta ha hutan itu diberikan status bukan kawasan hutan karena memang telah terjadi pemekaran tersebut. Zulhas penandatanganan diberikan atas permintaan dari pemerintah daerah.
“Namanya tata ruang, rencana tata ruang agar ada kepastian hukum bagi masyarakat atas permintaan tokoh masyarakat tokoh adat, bupati, gubernur masyarakat luas. Dilihat tidak ada izin baru. Itulah yang 1,6 juta untuk kepastian ruang,” tegas dia di agenda di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Dalam kesempatan itu, Zulhas juga buka suara soal dirinya disebut memberikan izin pembukaan lahan di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Ia menegaskan, tidak ada Menteri Perhutanan periode manapun, termasuk pada masa kepemimpinannya yang memberikan izin pembukaan lahan pada taman nasional Tesso Nilo.
Lantas mengapa kawasan Tesso Nilo mengalami kerusakan? Zulhas bilang sejak reformasi, kawasan taman nasional itu telah diserbu oleh masyarakat yang saat ini jumlahnya 50 ribu orang. Ketika dirinya ditanya oleh Amerika Serikat (AS), mengapa tidak menindak serbuan tersebut, Zulhas menyebut itu merupakan ranah penegak hukum.
“Kok Tesso Nilo nya rusak? Lah waktu reformasi diserbu. Di situ ada 50 ribu masyarakat sekarang. Terus salahnya Zulkifli Hasan apa? Kata orang salah semuanya. Ya saya terima aja, nggak apa-apa,” terangnya.
Mengutip dari detiknews, Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menjelaskan pelepasan 1,6 juta ha kawasan hutan m mempunyai dasar hukum SK Menteri Kehutanan No. 673/Menhut-II/2014 dan SK 878/Menhut-II/2014. Kebijakan yang ditandatangani Zulhas pada akhir masa jabatannya tersebut adalah keputusan tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan.
Ia mengatakan dalam SK Menhut tersebut, tidak ada klausul pemberian izin baru bagi perusahaan untuk membuka hutan lindung. Kebijakan tersebut diambil untuk menyesuaikan kondisi de facto di lapangan.
“Banyak lahan yang tercatat masih “hutan” di peta lama, namun sudah menjadi permukiman dan pusat aktivitas masyarakat selama bertahun-tahun,” tulis Hadi.
SK tersebut sebagai bantuk respons pemerintah pusat atas surat usulan resmi dari: gubernur, bupati, wali kota, dan aspirasi masyarakat se-Riau. Penyerapan usulan atau aspirasi ini bertujuan memberikan kepastian ruang pembangunan daerah.
Objek Lahan yang Dilepaskan
Lahan yang dilepaskan tersebut atas kepentingan tata ruang, di antaranya:
• Permukiman Penduduk: desa, kecamatan, hingga perkotaan padat penghuni.
• Fasilitas Sosial & Umum: jalan provinsi/kabupaten, sekolah, rumah sakit, tempat ibadah.
• Lahan Garapan Masyarakat: area pertanian & perkebunan rakyat turun-temurun.
Angka 1,6 juta hektare hutan yang dibuka sering dikaitkan dengan deforestasi dan bencana ekologis seperti banjir. Narasi tersebut sering mengabaikan bahwa kebijakan ini untuk memutihkan status permukiman & fasilitas umum yang sudah terlanjur ada, bukan membuka hutan primer untuk industri besar.
Perdebatan publik muncul karena detail teknis sering diabaikan sehingga menjadi distorsi informasi. Kebijakan tata ruang era itu dituding pro-industri, padahal konteksnya adalah penyesuaian tata ruang dan legalisasi keterlanjuran.
Simak juga Video Habiburokhman soal Zulhas Dikaitkan Bencana Sumatera: Agak Lucu Ya
(kil/kil)




