Senin, Januari 27


Jakarta

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menghargai jika ada kekhawatiran terhadap wacana pemulangan pelaku Bom Bali 2002 sekaligus tokoh militan Jemaah Islamiyah (JI), Encep Nurjaman alias Hambali, ke Tanah Air. Yusril menyebutkan JI sudah menyatakan janji setia kepada NKRI dan tak akan melakukan aksi terorisme lagi.

“Pemerintah kita sebenarnya sudah melakukan langkah-langkah persuasi mengantisipasi semua itu dan juga langkah-langkah pendekatan non-kepolisian sudah ditemukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris.
Kita ketahui bahwa Jemaah Islamiyah sudah taubat dan menyatakan tidak akan melakukan kegiatan teroris dan setia kepada pemerintahan di Indonesia,” kata Yusril di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2025).

Yusril menyinggung kekhawatiran masyarakat terhadap bebasnya Abu Bakar Ba’asyir. Dia mengatakan kekhawatiran itu tak pernah terjadi.


“Dulu kan pada waktu Pak Jokowi, saya pernah diminta untuk berbicara dengan Pak Abu Bakar Ba’asyir dan pada akhirnya Pak Abu Bakar Ba’asyir keluar dari tahanan dan sampai hari ini kekhawatiran banyak orang tentang beliau kan juga tidak terjadi,” ujarnya.

Dia menghargai munculnya kekhawatiran terhadap pemulangan Hambali. Dia mengingatkan soal sikap adil yang harus dilakukan pemerintah Indonesia.

“Jadi saya kira kekhawatiran itu tentu kita hargai, tapi kita ini pemerintah, mau tidak mau harus memberikan perhatian yang adil kepada semua orang. Jangan karena dia teroris, dia warga negara kita jangan kita biarkan di luar negeri itu tidak bisa juga,” kata Yusril.

“Kita tetap harus melakukan hal yang sama. Walaupun mungkin kita punya perbedaan kepentingan, perbedaan pandangan, tapi kita harus tetap berlaku adil. Jangan kebencian terhadap sekelompok orang menyebabkan kalian, berlaku tidak adil kepada mereka. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Ajaran Alquran kan gitu,” tambahnya.

Selain itu, Yusril mengatakan pihaknya memiliki bukti cukup yang menyatakan bahwa Hambali merupakan warga negara Indonesia. Dia menyebutkan teroris melakukan berbagai cara untuk melancarkan aksinya, termasuk penggunaan beberapa paspor.

“Ya, banyak sekali paspor yang digunakan. Tapi kita tahu dia orang Indonesia dan di warga negara Indonesia. Dan kami punya data yang cukup yang bersangkutan tentu jika terjadi peristiwa bom Bali pada tahun 2002. Waktu itu saya jadi Menteri Kehakiman di sini, kami cukup tahu detail tentang yang bersangkutan. Dan saya kira dokumen itu masih ada, kita simpan,” ujarnya.

Dia mengatakan komunikasi dengan Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan meminta agar Hambali diadili berdasarkan hukum di AS sudah pernah dilakukan. Namun dia mengatakan akses Pemerintah Indonesia terbatas terkait komunikasi dan permintaan tersebut.

“Dan dulu sebenarnya pemerintah Indonesia juga mencoba untuk komunikasi dengan pemerintah AS. Menanyakan kasus Hambali itu bahkan kementerian luar negeri pernah meminta Pemerintah AS supaya dia segara diadili berdasarkan hukum yang berlaku di sana. Tapi akses Pemerintah kita memang agak terbatas oleh karena berlaku ketentuan-ketentuan hukum pidana militer AS yang kadang-kadang tidak dapat dijangkau dari sudut pendekatan orang sipil ataupun diplomasi,” tuturnya.

Yusril menegaskan pemerintah Indonesia tegas melawan aksi terorisme. Namun dia mengingatkan kewajiban pemerintah untuk melindungi warga negaranya yang bermasalah di luar negeri, termasuk Hambali.

“Tapi bagaimanapun dia WNI, jadi harus memberikan apa namanya, pelindungan terhadap WNI yang menghadapi masalah di luar negeri. Jadi kalau pada waktu sebelumnya Hambali itu tertangkap di luar negeri dan, kita akan tuntut mungkin dia dihukum mati juga di sini. Seperti yang terjadi pada yang lain-lain apa namanya Imam Samudera dan lain-lain yang terlibat dalam kasus Bom Bali,” ujarnya.

(mib/dek)

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Membagikan
Exit mobile version