Fakfak –
Fakfak memiliki destinasi wisata yang unik, yang dikenal dengan Pasar Mambunibuni. Inilah pasar barter yang masih eksis di tengah zaman yang sudah serba modern.
Pasar ini hanya buka seminggu sekali, pada hari Sabtu saja, itupun tidak sampai setengah hari. Biasanya kalau orang baru atau orang yang belum pernah tahu, ketika mereka datang ke Pasar Mambunibuni tetapi tidak sadar kalau ternyata ini pasar barter.
Pasar Mambunibuni terletak di Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat atau sekitar 60 kilometer dari pusat kota Fakfak. Untuk menuju pasar ini dapat menggunakan sepeda motor atau kendaraan roda empat, dapat pula menggunakan perahu.
Pasar Mambunibuni tetap bertahan di tengah gempuran pasar modern, demi merawat tradisi warisan budaya leluhur, keuntungan ekonomi sedikit, tapi nilai-nilainya yang dipertahankan, dengan prinsip mengambil pangan dari kebun atau hutan dan hasil laut hanya seperlunya saja.
Komoditas yang ditukar tak selalu mempunyai nilai sama. Tetapi ada budaya saling pengertian atas dasar saling membutuhkan. Tidak ada aturan tertulis mengenai jenis atau jumlah komoditas yang hendak ditukar.
Semua tergantung dengan kesepakatan para pedagang. Mereka mengukur sendiri kondisi barang yang hendak ditukar, pedagang sudah tahu hanya hasil kebun dan hasil laut yang terbaiklah yang boleh ditukarkan.
Ada yang bertukar keladi dengan ikan asin. Ada yang menukar sagu dengan kerang, atau ikan asap dengan hasil kebun lainnya, tergantung dari kesepakatan.
Tepat pukul 09.00 pagi, kepala pasar akan berteriak: “Hur wa regni biwo in opeh rangge dewedop opeh rajeh? (Mereka sudah turun dari gunung dan dari pantai, sudah turun semua kah belum?)”
Jika masyarakat menyebutkan sudah siap, maka kepala pasar akan memberi tanda dimulainya barter menggunakan bahasa lokal.
“Pheh rangge!” teriak dia sambil mengangkat tongkatnya.
Artinya, “Bersiap, sudah mulai saling tukar!”
Tanpa tanda itu, tidak ada yang berani memulai proses barter. Sebelum pukul 09.00 pagi, tidak boleh ada yang memulai pertukaran. Kalau tanya harga saja boleh, lalu kasih tinggal saja.
Hal ini dilakukan untuk menjaga ketertiban dan untuk saling menghargai. Begitu tanda dibunyikan, pasar yang tadinya riuh berubah sunyi karena semua orang berkonsentrasi pada kegiatan tukar-menukar.
Pasar barter di Fakfak dalam bahasa Fakfak disebut dengan gona atau pheh. Pasar barter bermula dari pada zaman dahulu masyarakat pesisir membawa ikan asap ke kampung-kampung di daerah pegunungan agar saudara-saudara mereka bisa menikmati hasil laut.
Dalam perjalanan ke daerah gunung, mereka akan menolak apabila ada yang ingin membeli ikan asap dengan uang tunai. Lain halnya dengan ikan segar boleh dijual dengan uang tunai karena jenis ikan ini cepat rusak atau membusuk.
Tradisi barter ini masih berlangsung meskipun sekarang nelayan sudah tidak naik ke gunung untuk menukarkan hasil tangkapan mereka. Sekarang ada pasar barter yang menjadi sarana pertemuan antara masyarakat pegunungan dan pesisir pantai.
——-
Artikel ini ditulis oleh Hari Suroto, Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN.
(wsw/wsw)