Jumat, Januari 10


Jakarta

Pemerintah Vietnam memberlakukan aturan baru agar warganya taat aturan lalu lintas. Warga Vietnam yang jadi cepu pelanggar lalu lintas akan diberikan bayaran 5 juta VND atau sekitar 3,2 jutaan.

Disitat dari Vietnamnet, Selasa (7/1), kepolisian lalu lintas tak bisa terus-terusan berjaga dan memantau situasi jalan raya di Vietnam. Selain itu, keberadaan kamera juga masih sangat terbatas. Itulah mengapa, petugas memerlukan ‘mata tambahan’ yang berada di sekitar lokasi.

“Mulai bulan ini, warga negara dan organisasi Vietnam berhak mendapat hadiah hingga 5 juta VND jika mereka memberikan bukti pelanggaran lalu lintas. Jumlah sebenarnya yang diperoleh bisa bervariasi karena jumlahnya 10 persen dari total denda,” demikian tulis sumber tersebut.


Penduduk setempat yang melihat adanya pelanggaran, bisa melakukan perekaman gambar. Kemudian, hasilnya diunggah melalui aplikasi VNeTraffic di ponsel pintar. Meski agak unik, terobosan tersebut diklaim mampu menurunkan angka pelanggaran di Negeri Bintang Kuning.

Lebih jauh, jenis pelanggaran yang bisa direkam antara lain kebut-kebutan, menerobos lampu merah, lawan arah, mundur tanpa memberikan peringatan, dan aksi-aksi lain yang bisa mengancam keselamatan pengendara dan orang sekitar.

Banyak warganet yang berharap kebijakan serupa ditiru di Indonesia. Sebab, pelanggaran lalu lintas di Indonesia masih terbilang tinggi bahkan sampai membahayakan pengguna jalan lain. Tapi emang bisa?

Menurut praktisi keselamatan berkendara yang juga Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana,sistem di sebuah negara berbeda-beda. Vietnam memang lagi berbenah untuk membangun kultur yang baik sehingga bangkit dari citra negara terbelakang.

“Kaitan dengan kebijakan pelanggaran lalu lintas menurut saya ini bukti penegak hukum dan perangkat yang dimiliki tidak mampu diandalkan dan tidak bekerja maksimal,” ujar Sony kepada detikOto, Rabu (8/1/2025).

Sony menegaskan, kondisi di Vietnam dengan Indonesia berbeda. Menurutnya, perangkat pendeteksi pelanggar lalu lintas di Indonesia sudah bagus, hanya saja kurang maksimal dalam penerapannya.

“Sehingga penegakan hukum tidak membuat efek jera. Bahkan banyak pelanggar lalu lintas yang terang-terangan berani melakukan itu di depan polisi. Jadi aturan dan sistemnya yang ada dan sudah baik itu dulu yang dimaksimalin,” katanya.

Sementara kalau kebijakan seperti di Vietnam diterapkan juga di Indonesia, yang ada nanti malah menjadi akal-akalan. Malah, kemungkinan nanti muncul pertimbangan lain masyarakat yang hanya ingin untung dengan melaporkan pelanggaran lalu lintas.

“Jika dibuat seperti Vietnam, masyarakat kita sudah pintar, akan ada pemikiran dalam pertimbangan untung-ruginya, mana yang menghasilkan cuan lebih besar antara biaya tilang dengan hadiahnya. Dan itu akan bisa direkayasa dengan membuat drama pelanggaran lalu lintas, padahal teman-temannya sendiri,” ucap Sony.

(rgr/dry)

Membagikan
Exit mobile version