Minggu, Februari 23


Cianjur

Gunung Gede Pangrango jadi favorit para pendaki. Di balik kepopulerannya, gunung ini menyimpan banyak mitos seperti wanita haid dilarang mendaki hingga jangan kencing sembarangan.

Segudang mitos itu sudah dipercayai secara turun-temurun. Banyak yang menganggap mitos-mitos ini sebagai larangan dan jika dilanggar akan membawa petaka. Namun, di baliknya tersembunyi makna mendalam berkaitan dengan keselamatan dan kelestarian alam.

Berikut 3 Mitos yang Dipercaya di Gunung Gede Pangrango:

1. Wanita Lagi Menstruasi Dilarang Mendaki

Salah satu mitos terkenal dan paling banyak dipercaya adalah larangan mendaki bagi perempuan yang sedang menstruasi. Konon, jika naik gunung dalam kondisi ini akan lebih rentan mengalami gangguan makhluk gaib di kawasan Gunung Gede Pangrango.


Bahkan, kisah ini diangkat dalam sebuah film horor dan tayang di bioskop. Eko Wiwid, seorang relawan sekaligus tokoh masyarakat di kawasan Gunung Gede Pangrango, mengungkapkan di balik mitos tersebut sebenarnya ada penjelasan logis yang lebih masuk akal.

“Perempuan yang menstruasi itu kehilangan darah, cepat lelah. Sedangkan mendaki gunung itu membutuhkan energi yang besar baik saat naik ataupun ketika turun. Belum lagi emosinya berubah-ubah, jadi berisiko. Risikonya celaka saat mendaki, ataupun hilang konsentrasi. Bukan karena makhluk gaib,” kata dia.


2. Dilarang Kencing Sembarangan

Mitos lain yang cukup terkenal di kalangan pendaki adalah larangan buang air kecil sembarangan. Dikatakan jika melanggar aturan ini, seseorang bisa mengalami kejadian buruk yang tak terduga.

Eko menjelaskan larangan ini sebenarnya berakar pada alasan keselamatan dan kebersihan di area pendakian gunung Gede Pangrango.

“Padahal di balik itu artinya jangan kencing di mana saja. Kalau di batu dan rumput khawatir ada hewan berbahaya di dekatnya. Atau kalau mau kencing harus amit-amit dulu liat sekitar, karena bisa jadi di atas kita ada sarang tawon yang berpotensi menyengat kita tawonnya. Selain itu kalau kencing di aliran sungai, bisa mencemari dan bisa saja ada hewan buas yang akan minum di sekitar aliran air,” kata dia.

3. Ada Kerajaan Gaib Eyang Suryakencana

Tak hanya soal larangan mendaki atau kencing sembarangan, Gunung Gede Pangrango juga dikenal dengan mitos keberadaan kerajaan gaib dan sosok Eyang Raden Suryakencana yang diyakini bersemayam di kawasan ini.

Menurut Eko, anggapan ini berasal dari kepercayaan masyarakat Cianjur sejak zaman dahulu. Gunung Gede dianggap sebagai tempat sakral untuk menjaga kelestarian alam.

“Tujuannya ketika menjadi tempat sakral, maka semua orang akan menjaganya. Intinya untuk melestarikan alamnya,” kata dia.

Eko menambahkan, mitos-mitos yang dibuat oleh leluhur itu memiliki tujuan baik tetapi agar dituruti sehingga dibuat mitos dan larangan.

“Karena kalau dijelaskan tujuannya terkadang orang-orang tak acuh. Makanya dibuat mitos, larangan atau pantrangan, dan pamali. Padahal kalau dicari maknanya, tujuannya untuk melindungi alam dan pribadi masyarakat,” kata dia.

“Yang lebih bahaya dari mitos-mitos itu ialah ketidaksiapan kita saat mendaki. Sebagian besar kecelakaan di gunung terjadi karena persiapan dan peralatan yang kurang,” tambahnya.

Senada dengan Eko, Humas Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Agus Deni, mengatakan para pendaki harusnya fokus pada mempersiapkan diri dan peralatan yang standar.

“Ikuti aturan dalam pendakian, mulai dari mempersiapkan fisik hingga membawa peralatan standar. Supaya bisa selamat baik saat mendaki hingga turun kembali. Jadilah juga pendaki yang cerdas, di mana tetap menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan di jalur pendakian,” kata dia.

Di sisi lain, Sekretaris MUI Kabupaten Cianjur Saepul Ulum, mengatakan gunung merupakan ciptaan Tuhan yang memiliki banyak manfaat di dalamnya. Banyaknya mitos jangan membuat masyarakat takut apalagi terlalu mempercayai hingga meyakini lebih dari meyakini keberadaan Sang Pencipta.

“Alam gaib kita yakini ada, tapi bukan berarti sesuatu yang harus ditakuti. Mitos yang ada pasti memiliki makna tersembunyi, sehingga ambil pelajarannya tanpa menjadi takut berlebih. Jadikan alam ini sebagai sarana kita mensyukuri atas kuasa dan ciptakan-Nya,” kata dia.

——-

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version