Rabu, September 25


Jakarta

Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono menyatakan ekonomi 8% yang ditargetkan pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto bukan mimpi. Target itu adalah keharusan agar Indonesia bisa keluar dari negara berpendapatan menengah atau middle income trap.

“Upaya ini penting bagi Indonesia untuk terbebas dari perangkap negara berpendapatan menengah. Mencapai pertumbuhan 8% yang ambisius bukanlah mimpi, tetapi keharusan,” kata Thomas dalam acara The International Seminar and Growth Academy ASEAN di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2024).

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%, kata Thomas, Indonesia harus memanfaatkan mesin pertumbuhan baru seperti ekonomi digital dan ekonomi hijau. Selain itu, pengembangan sumber daya manusia melalui investasi pendidikan, keterampilan dan kesehatan untuk menghasilkan tenaga kerja masa depan yang produktif dan inovatif.


“Kita harus menekankan peran inovasi teknologi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Merangkul transformasi digital dan mendorong inovasi akan memungkinkan kita untuk bersaing secara global dan membuka peluang baru bagi semua. Keberlanjutan juga merupakan kunci,” tuturnya.

Thomas yang juga merupakan keponakan dari Prabowo membeberkan fokus utama pemerintah ke depan meliputi pendidikan, kesehatan, pangan dan ketahanan energi. Proyek-proyek yang layak secara komersial juga akan diupayakan melalui kemitraan publik dan swasta.

“Investasi akan sangat penting dalam mendorong fase pembangunan berikutnya, dengan anggaran negara difokuskan pada pemenuhan kebutuhan kesejahteraan jangka panjang,” ucap Thomas.

Tantangan Keluar dari Negara Berpendapatan Menengah

Thomas membeberkan beberapa tantangan yang dapat mempersulit untuk menjadi negara berpendapatan tinggi, yakni ancaman perubahan iklim dan kemungkinan adanya pandemi lain yang bisa mempengaruhi perekonomian negara ASEAN.

“Ada beberapa tantangan yang dapat mempersulit transisi menuju ekonomi berpendapatan tinggi, seperti ancaman perubahan iklim dan kemungkinan pandemi lain yang akan mengancam dan mengguncang pertumbuhan ekonomi,” beber Thomas.

Tantangan lainnya adalah munculnya digitalisasi dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Menurutnya, hal tersebut dapat mengganggu pekerjaan konvensional.

“Semua masalah ini harus menjadi prioritas utama semua negara di ASEAN sesegera mungkin,” ucapnya.

Selain tantangan masa depan, tantangan yang ada saat ini seperti populasi yang menua, produktivitas yang rendah, kurangnya daya saing, ketimpangan, kurangnya kapasitas kelembagaan dan tata kelola, serta lemahnya kualitas sumber daya manusia (SDM).

Thomas meminta waspada karena negara ASEAN tidak luput dari jebakan negara berpendapatan menengah. Saat ini disebut baru dua negara ASEAN yang dapat dikategorikan sebagai negara berpendapatan tinggi, yaitu Singapura dan Brunei Darussalam.

“Menghadapi kenyataan ini sangat penting bagi negara-negara ASEAN berpendapatan menengah untuk menyusun strategi yang baik, jelas dan konkret agar terhindar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan dapat bertransisi dengan lancar menuju negara berpendapatan tinggi,” ucapnya.

(aid/hns)

Membagikan
Exit mobile version