Selasa, Oktober 15


Jakarta

Internet mulai masuk di Amazon. Tetapi malah membuat suku pedalaman malas dan kecanduan pornografi.

Melansir New York Post, Minggu (9/6/2024), internet lewat layanan Starlink mulai tiba di Suku Marubo yang beranggotakan 2 ribu orang. Fasilitas itu membuat suku pedalaman di tengah hutan hujan itu dapat terhubung dengan dunia maya.

“Ketika layanan ini tiba, semua orang merasa senang,” ujar Tsainama Marubo (73).


“Namun, kini keadaan semakin memburuk. Anak-anak muda menjadi malas karena internet, mereka mempelajari cara-cara orang kulit putih,” sambungnya.

Suku Marubo adalah suku yang tradisional. Seorang suku tersebut, Alfredo Marubo, mengatakan bahwa ia cemas dengan hadirnya layanan itu. Internet cepat itu disebut dapat menjungkirbalikkan standar kesopanan.

Alfredo mengatakan banyak pria muda Marubo kini berbagi video porno dalam obrolan grup. Dan dia mengamati ada lebih banyak perilaku seksual yang agresif pada beberapa di antaranya.

“Kami khawatir anak-anak muda akan ingin mencobanya,” ucapnya terkait aksi sekes nyeleneh yang tiba-tiba muncul.

“Semua orang begitu terhubung sehingga terkadang mereka bahkan tidak berbicara dengan keluarga mereka sendiri,” keluhnya yang menanggapi banyak pemuda suku itu mulai malas saat ini.

Adapun Starlink adalah salah satu perusahaan milik Elon Musk yang menghubungkan internet melalui 6 ribu satelit yang mengorbit rendah. Dengan tanpa kabel fiber optik dan sejenisnya, orang dapat menikmati internet di mana dengan Starlink, bahkan hingga di pedalaman.

Alat itu disumbangkan oleh pengusaha Amerika, Allyson Reneau, kepada suku pedalaman Amazon. Awalnya, hadirnya internet itu untuk kebutuhan konektivitas, seperti menghubungi pihak berwenang atau untuk meminta bantuan dalam keadaan darurat.

Selain itu, para anggota juga dapat berbagi sumber daya pendidikan dengan suku-suku Amazon lainnya dan terhubung dengan kerabat yang tinggal di tempat lain.

Hadirnya internet pun membuat suku pedalaman memiliki referensi kehidupan di dunia luar. Seperti seorang remaja mengatakan bahwa dia sekarang bermimpi untuk keliling dunia, sementara yang lain bercita-cita menjadi seorang dokter gigi di Sao Paulo.

“Hal ini mengubah rutinitas saya sehingga merugikan. Di desa, jika anda tidak berburu, menangkap ikan, dan menanam, anda tidak akan makan,” ucap Enoque Marubo (40).

“Beberapa anak muda mempertahankan tradisi kami. Yang lain hanya ingin menghabiskan waktu sepanjang sore dengan ponsel mereka,” tambah TamaSay Marubo (42).

Para anggota suku sangat kecanduan sehingga membuat pemimpin Marubo membatasi akses ke internet selama dua jam setiap pagi, lima jam setiap malam, dan sepanjang hari Minggu. Namun begitu, para orang tua masih khawatir akan kerusakan yang sudah terjadi.

Seorang ayah, Kaipa Marubo, mengatakan ia cemas dengan anaknya yang bermain game menembak orang yang penuh dengan kekerasan. “Saya khawatir mereka tiba-tiba ingin menirunya,” ucapnya.

Sementara yang lain mengatakan mereka telah menjadi korban penipuan di internet karena kurangnya literasi digital.

Kendati demikian, aktivis Flora Dutra asal Brasil yang bekerja dengan suku pedalaman dan berperan membantu menghubungkan internet mempercayai bahwa kecemasan tentang internet adalah berlebihan. Dia menyebut sebagian orang suku menginginkan dan pantas mengakses internet.

Di sisi lain, beberapa pejabat di Brasil pun mengkritik peluncuran teknologi itu ke komunitas terpencil. Mereka mengatakan bahwa budaya dan adat istiadat unik berpotensi hilang selamanya.

Simak Video “Red Alert! Amazon Mendekati Titik Kritis
[Gambas:Video 20detik]
(wkn/wkn)

Membagikan
Exit mobile version