Minggu, Februari 2

Jakarta

Virus raksasa berumur 1,5 miliar tahun ditemukan di mata air panas Bumi Yellowstone, Amerika Serikat. Menurut para ilmuwan, virus ini dapat mengungkap kondisi kehidupan terbentuk di Bumi.

Dikutip dari Daily Mail, Senin (20/5/2024) virus ini diberi label ‘raksasa’ karena memiliki genom yang sangat besar dibandingkan virus biasa dan tidak menimbulkan risiko bagi manusia namun dapat menjelaskan seperti apa kondisi di Bumi ketika organisme bersel tunggal terbentuk.

Para peneliti di University of Rutgers menemukan bahwa virus tersebut terdiri dari bakteri, sementara yang lain berasal dari archaea, organisme bersel tunggal yang mirip dengan bakteri yang memerlukan lingkungan ekstrem untuk berkembang biak, serta eukariota yang ditemukan pada jamur.


Teori-teori sebelumnya menyatakan bahwa virus-virus tersebut lebih baru karena sumber air panas datang dan pergi seiring berjalannya waktu. Namun penelitian terbaru mengungkapkan bahwa virus-virus tersebut telah hidup setidaknya selama periode organisme seluler.

Pada awalnya, para peneliti percaya bahwa virus raksasa tersebut tidak akan terlalu tua karena ketika sumber air panas terbentuk dan menghilang, maka virus tersebut harus terbentuk kembali di bawah suhu yang lebih panas di sumber air panas yang baru berkembang.

Mata air panas berada di gunung berapi yang tidak aktif yang magmanya memanaskan air tanah yang menyebabkan uap dan air panas yang kurang padat naik melalui celah di Bumi, menciptakan geyser dan mata air panas.

Mata air panas di Yellowstone terbentuk setidaknya 15.000 tahun yang lalu setelah gletser terakhir di wilayah tersebut mencair, sehingga geyser bermunculan. Namun, bakteri tersebut berkembang pesat selama lebih dari satu miliar tahun sebelumnya.

“Temuan ini menunjukkan bahwa hubungan antara virus dan sumber air panas sudah ada sejak dahulu kala,” kata Bhattacharya.

Virus ini berkembang biak pada suhu melebihi 93 derajat Celcius, tekanan tinggi atau konsentrasi garam yang berlebihan dan para peneliti yakin virus berkembang biak dengan menginfeksi ganggang merah di sumber air panas.

Para peneliti menganalisis DNA di Lemonade Creek, sumber air panas asam di Yellowstone yang mencapai suhu sekitar 44 derajat Celcius. Mereka mengambil sampel dari lapisan hijau tebal yang melapisi dasar sungai, yang disebut Rhodophyta atau ganggang merah, dan dari tanah di dekatnya serta area di antara bebatuan yang terletak di dekat dasar sungai.

Para peneliti menemukan bahwa DNA tersebut mengandung rangkaian archaea, alga (eukariota) dan bakteri yang menampung 3.700 virus potensial. Sekitar dua pertiganya adalah virus raksasa yang tidak diketahui menginfeksi manusia.

Archaea merupakan 40% mikroba yang hidup di lautan dan ditemukan di usus manusia dan hewan serta di sumber air panas seperti Yellowstone yang setiap kolamnya mengandung kandungan mineral, salinitas, dan suhu yang berbeda.

Tim menggunakan analisis komputer untuk mempersempit virus resmi menjadi 25 jenis berbeda yang mereka yakini menggunakan ganggang merah untuk berkembang biak.

Asosiasi ini kemungkinan besar dimulai 1,5 miliar tahun yang lalu ketika virus pertama kali berevolusi dengan saling meminjam gen untuk menyesuaikan diri dengan panas dan racun seperti arsenik yang ditemukan di sumber air panas.

Virus perlu beradaptasi dengan perubahan iklim seiring dengan mencairnya gletser dan terbentuknya sumber air panas, sehingga bakteri dan archaea saling meminjam gen untuk bertahan hidup dalam kondisi ekstrem.

Dari sana, bakteri dan archaea terbentuk kembali pada eukariota, yaitu organisme bersel tunggal yang ditemukan pada tumbuhan dan jamur.

“Dengan berevolusi dan memperdagangkan gen, virus kemungkinan besar memainkan peran penting dalam stabilitas jangka panjang komunitas sumber air panas,” kata Andreas Weber, ahli biokimia di University of Heinrich Heine Düsseldorf yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Sampel DNA berisi 921 kandidat genom unik yang kemungkinan berpindah dari satu inang ke inang lainnya.

“Penelitian ini mendukung konsep bahwa virus ada di mana pun kehidupan sel berada, bahwa virus telah ada setidaknya selama ada kehidupan sel,” kata Mark Young, ahli virologi lingkungan di Montana State University yang juga tidak terlibat dalam penelitian ini.

Young adalah bagian dari tim peneliti yang pertama kali menemukan virus raksasa di Cekungan Geyser Midway Yellowstone dan mengidentifikasi banyak archaea sebagai termofil, yang berarti mereka berkembang dalam kondisi panas dan asam seperti yang ditemukan di Yellowstone.

“Di mana pun ada kehidupan, kita memperkirakan adanya virus,” kata Young di Montana State University (MSU) pada tahun 2004.

Ahli geologi Taman Nasional Yellowstone Hank Heasler menambahkan, “Ini adalah contoh bagus mengapa kita membutuhkan tempat yang dilindungi agar para ilmuwan dapat masuk dan melakukan penelitian. Mencari penemuan baru.”

Meskipun virus ini tidak membuat manusia sakit, para ilmuwan masih mempelajarinya untuk lebih memahami perannya dalam evolusi dan bagaimana virus tersebut memindahkan gen dari satu organisme ke organisme lain.

“Mereka bukan sekadar penumpang. Mereka adalah sumber utama bahan biologis di planet ini. Mereka mempunyai peran besar dalam menggerakkan gen,” kata Young.

Simak Video “Perisai Kemenkes RI untuk Halau Virus Nipah
[Gambas:Video 20detik]

(rns/fay)

Membagikan
Exit mobile version