Kamis, Januari 9
Jakarta

Viral di TikTok bahwa series Netflix Squid Game terinspirasi dari kisah nyata di Korea Selatan pada 1986, Brothers’ Home. Netizen mengungkap sejumlah kesamaan antara keduanya. Salah satu akun yang mengatakan membagikan konsep ini ada podcast Jumpers Jump di YouTube.

Kemudian, cuplikan video soal ini langsung diunggah ulang oleh banyak akun, termasuk di TikTok, @soupclipsz. Potongan video itu telah disaksikan lebih dari 3,2 juta kali.

“Squid Game sebenarnya terinspirasi dari kisah nyata dan ini disensor di mana pun. Dan hanya ada satu orang yang bicarakan soal ini makanya ini jadi… ya. Jadi, itu disebut ‘Brother’s Home’,” ujar Gavin Ruta.


[Gambas:Youtube]

Lantas, seperti apa kasus dari ‘Brothers’ Home’?

Melansir BBC, pada suatu hari tahun 1984, seorang anak kecil bernama Han Jong-sun berusia 8 tahun sedang menemani ayahnya ke kota. Ada juga saudara perempuannya yang ikut.

Ayahnya sangat sibuk di sana, sehingga memutuskan meninggalkan anak-anaknya ke petugas polisi agar aman, namun ternyata itu keputusan yang salah. Han dan saudarinya diculik lalu dipaksa masuk ke dalam bus.

“Sebuah bus berhenti di depan kantor polisi dan kami dipaksa masuk ke dalam bus,” kenang Han lebih dari 30 tahun kemudian.

“Kamu tidak tahu ke mana kami dibawa. ‘Ayah meminta kami tunggu di sini! Ayah akan datang!’ kami menangis dan tersedu-sedu. Mereka mulai memukuli kami dan berkata kami terlalu berisik,” lanjutnya.

Ke mana Han dan saudarinya diculik?

Tanpa dia ketahui, bus itu membawa mereka ke Hyungje Bokjiwon, sebuah fasilitas swasta yang secara resmi merupakan pusat pembinaan masyarakat. Namun pada kenyataannya, menurut mereka yang selamat, itu adalah pusat penahanan brutal yang menyiksa ribuan orang.

Menurut kesaksian dan bukti yang dikumpulkan dari lokasi tersebut, para tahanan mengatakan mereka digunakan sebagai budak di lokasi konstruksi, pertanian, dan pabrik selama tahun 1970 hingga 1980-an. Mereka juga dikabarkan mengalami penyiksaan dan ruda paksa. Ratusan orang meninggal dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Han dan saudara perempuannya ditahan di sana selama tiga setengah tahun. Akan tetapi, keadaan mencekam di sana mengubah seluruh kehidupan termasuk memengaruhi kesehatan mental mereka.

Mengapa Brothers’ Home disebut mirip Squid Game? >>>

Mengapa Brothers’ Home disebut mirip Squid Game?


Foto: Dok. asli via Bored Panda

Pertama, mereka disiksa. Bukan dengan memainkan permainan anak-anak, melainkan anak-anak justru dipaksa meninggalkan masa muda mereka untuk bermain dan belajar. Anak yang ditahan di sana tak jauh berbeda dengan orang dewasa yang ditangkap, mereka juga harus bekerja.

Dari kesaksian korban, para korban tahanan diatur untuk menggunakan baju training berwarna biru dan sepatu karet. Mereka juga diberikan hanya sepotong celana dalam nilon.

“Saya jarang punya kesempatan untuk mandi. Kutu ada di sekujur tubuh saya. Kami makan ikan busuk dan nasi jelai yang bau setiap hari, benar-benar setiap hari. Hampir semua penghuni kekurangan gizi,” kisah Choi Seung-woo yang ditahan waktu umur 13 tahun.

“Empat orang tidur secara zig-zag di tempat tidur kecil. Pemerkosaan terjadi setiap malam di sudut asrama,” tuturnya.

Tak ada yang dapat kabur dari sana, semua karena ‘petugas’ sangat kasar dan memaksa mereka terus bekerja. Meski begitu, sebenarnya orang tua dari anak-anak yang diculik itu melapor ke kepolisian, tapi tidak diacuhkan.

Pada 1980-an, akhirnya rumor beredar di Busan. Rumor itu menyebut orang-orang dikurung, disiksa sampai mati, oleh tempat ‘kesejahteraan masyarakat’.

Yakin bahwa anak-anaknya diculik dan dijebak di fasilitas itu, ayah Choi mengetuk pintu Hyungje Bokjiwon. Protesnya membuat para pengelola pusat membebaskan kedua bersaudara itu pada tahun 1986.

Setahun kemudian, Park In-guen, yang mengelola Hyungje Bokjiwon, ditangkap. Pusat itu pada akhirnya ditutup. Setelah itu diketahui alasan penculikan itu. Konon, seluruh negeri dilanda euforia menjelang Asian Games 1986 dan Olimpiade Seoul 1988. Karena itu, pemerintah mulai memacu upaya-upaya membangun kembali citra negara itu, termasuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap ‘merusak pemandangan’ di jalanan kota.

Tidak (akan) berakhir indah


Anak-anak dipaksa turun dan disembunyikan di Brothers’ Home. Foto: Dok. asli via Bored Panda

Walaupun neraka dunia itu sudah ditutup, trauma yang dialami para korban dan keluarga masih berlangsung. Han kehilangan kontak dengan saudara perempuannya dan ayahnya, yang kemudian hanya berujung pada kabar menyedihkan lainnya. Pada tahun 2007, ia mendapati keluarga yang dia cari-cari itu telah dirawat di rumah sakit karena trauma mental yang dialami selama bertahun-tahun di pusat tersebut.

Walau begitu, tidak seorang pun pernah dimintai pertanggungjawaban atas kematian para korban jiwa yang diperkirakan mencapai 500 orang. Tak ada juga dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.

Park pun cuma dijatuhi hukuman dua setengah tahun penjara, dengan alasan penggelapan subsidi negara. Ia meninggal karena usia pada tahun 2016.

Dua tahun kemudian, jaksa yang memimpin penyelidikan awal terhadap Hyungje Bokjiwon mengakui bahwa ada tekanan eksternal oleh pemerintah militer untuk menghentikan penyelidikan. Bahkan, pihak tersebut menuntut hukuman yang lebih ringan bagi Park.

Pada tahun yang sama, jaksa agung saat itu, Moon Moo-il secara resmi meminta maaf atas kegagalan awal dan meminta Mahkamah Agung meninjau putusan terhadap Park.

Han sendiri tidak pernah putus asa akan penyelidikan yang seharusnya. Ia berunjuk rasa di depan majelis nasional Korea Selatan sejak tahun 2012, menuntut penyelidikan negara terhadap Hyungje Bokjiwon. Choi bergabung dengannya pada tahun 2013.

Choi masih menghadiri sesi psikoterapi secara teratur.

Halaman 2 dari 3

Simak Video “Video: Netflix Rilis Poster Squid Game 3 yang Bakal Tayang Tahun Ini
[Gambas:Video 20detik]
(ask/ask)


Membagikan
Exit mobile version