Jakarta –
Mengubah sudut pandang orang lain terhadap suatu hal, yang sedari awal dinilai negatif memang sulit dilakukan. Prosesnya cukup panjang, dan kerap kali mendapat penolakan.
Itu yang terjadi di industri game online. Tidak sedikit dari orang-orang beranggapan, kalau aktivitas ini lebih banyak mengandung unsur negatif dibandingkan positif.
Kendati begitu, meski sulit, bukan berarti tidak mungkin mengubah perspektif tersebut ke arah yang lebih baik. Perlahan tapi pasti, apalagi ditambah dengan sebuah bukti, maka mungkin saja harapan itu terpenuhi.
Inilah yang dilakukan oleh Aspim Supriyadi, seorang guru olahraga di SMK Inne Dongwha, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dirinya menjadi salah satu sosok yang berjuang, untuk mengubah sudut pandang para guru di sekolahnya mengajar, terhadap game online.
Bagaimana aksinya menuntaskan misi tersebut? Berikut kisah singkat Aspim yang akhirnya berhasil melakukannya.
Sering Mendapat Penolakan
Tentu upaya yang dilakukan Aspim tak berjalan mulus. Dirinya kerap menerima penolakan. Kendati demikian, apa yang dialaminya tak sedikit pun menyurutkan niat awalnya, yakni mengubah penilaian sekolah terhadap game online.
“Saya kasih penjelasan. Saya bilang kalau hobi itu kan kadang kita nggak bisa larang, tinggal kita bagaimana mengarahkan,” kata Aspim.
Aspim menyampaikan, walaupun sering ditolak, ia pelan-pelan memberikan penjelasan. Menurutnya, game online juga mengandung nilai dan prinsip yang dijunjung tinggi, yakni kerja sama tim, sportivitas, semangat kompetitif, dan kepemimpinan kala satu murid memimpin di dalam pertandingan.
“Kalau lihat anak-anak yang main game (secara umum mereka) ini kan secara logika pasti lebih baik, ya kan,” ucap Aspim.
Setiap kali berbincang-bincang dengan para guru, ia mengakui kalau anak-anak muridnya ini memang tidak terlalu unggul di akademik. Namun pria berusia 33 tahun ini percaya bahwa muridnya punya kelebihan lain di bidang non-akademik.
“Ada potensi lain itu lho di mereka, itu pasti, yang sama-sama angkat nama sekolah (dengan murid yang berprestasi di jalur olahraga),” tegas Aspim.
Aspim beranggapan, saat teknologi semakin maju, maka adaptasi pun adalah keharusan. Game dan teknologi merupakan era baru, yang mana keduanya bukan cuma hiburan semata.
Pendekatannya pun terbilang unik. Para murid tak hanya merasa diarahkan, tapi juga didukung penuh. Bahkan, untuk pertama kalinya di Kabupaten Penajam Paser Utara, class meeting di sekolahnya memasukkan game sebagai cabang olahraga baru.
Tentu langkah ini menarik perhatian. Selain itu juga menjadi bukti bahwa dunia pendidikan, mulai membuka diri terhadap inovasi teknologi.
“Dulu anak murid bertanya ‘Bolehkah kita mengadakan class meeting game, class game’. Tapi bukan fisik olahraga, selain class meeting ini (cabang olahraga). Saya bilang silahkan saja. Yang jelas saya cuman fasilitasi. Tentang sistem saya tidak mengerti,” ujar Aspim.
Dari situ ia langsung meminta izin kepada kepala sekolah dan guru lainnya. Di sini mereka berpikir kalau game itu negatif.
“Karena toxic-nya. Akhirnya saya coba yakinkan, beliau (kepala sekolah) menyetujui. ‘silahkan, yang penting kalau ada apa-apa diselesaikan sendiri’. Ya siap saya bilang, dan dari situ anak-anak mulai kesenangan,” turu Aspim.
Penolakan yang Berujung Perhatian
Akhirnya Aspim bersama dengan pemain Free Fire terbaik di sekolahnya, mengikuti sebuah kompetisi dari Garena Indonesia. Penampilan sekolahnya yang gemilang, membawa empat muridnya terbang ke Jakarta, demi berlaga di babak grand final Garena Youth Championship 2024 pada Oktober lalu.
Meskipun tidak berhasil meraih gelar juara, tapi hasil akhir yang mereka dapatkan cukup luar biasa. SMK Inne Donghwa, finish di peringkat keenam. Itu artinya, mereka menjadi sekolah dengan pemain Free Fire terkuat nomor enam di Indonesia.
SMK Inne Donghwa gagal meraih gelar juara, karena hanya mampu mengumpulkan total 57 poin. Jumlah tersebut berasal dari 26 poin placement dan 31 poin elimination.
Sementara juara Garena Youth Championship 2024 diperoleh SMAN 1 Kelapa. Sekolah ini berhasil menduduki peringkat satu, karena sukses mengantongi total 163 poin. Skor itu hasil penjumlahan dari 59 poin placement dan 104 poin elimination.
Setelah mendapati peringkat enam di kompetisi nasional, Aspim mengungkapkan sekolah sangat mendukung. Bahkan kini SMK Inne Donghwa akan mencoba memulai penjaringan bibit baru melalui eskul esports.
“Rencana akan di bentuk ekstrakulikuler esport, karena Free Fire sudah mulai sering di adakan dan di support Pemerintah Kabupaten PPU,” ucap Aspim kepada detikINET.
Aspim juga mengungkapkan, kalau sekolah akan mengadakan kompetisi esports melalui class meeting. Katanya, ini bisa menjadi salah satu senjata menarik minat siswa dalam PPDB ke depannya.
Sebagai tim yang meraih peringkat keenam, SMK Inne Donghwa mendapatkan berbagai macam manfaat. Mereka mengantongi uang tunai senilai Rp 5 juta, makin banyak penggemar di media sosial, dan memperoleh dana pendidikan.
Sebagai tambahan informasi, Garena Youth Championship 2024 merupakan lanjutan dari kompetisi yang serupa pada tahun sebelumnya. Tahun ini, Garena sudah menjangkau hingga 82 kota di Indonesia.
Garena Youth Championship 2024 Free Fire punya syarat khusus dari sisi akademik untuk semua peserta. Gamer harus memiliki nilai rapor rata-rata minimum 65, untuk bisa berpartisipasi di turnamen ini. Melalui skema inilah, Free Fire mengajak para pelajar untuk menunjukkan, bahwa kesuksesan di dunia esports harus dibarengi dengan prestasi di dunia akademik.
(hps/afr)