Jumat, Februari 21


Jakarta

Pelatih kepala tunggal putri pelatnas PBSI Imam Tohari mengatakan bahwa Komang Ayu Cahya Dewi dan kawan-kawan bakal menjalani pemantauan intens sebagai bahan rekomendasi untuk menyusun skuad Piala Sudirman 2025.

Hal itu juga berkaitan dengan pernyataan Kabid Binpres PBSI Eng Hian, yang sebelum ini menyebut tim Piala Sudirman akan disusun dengan mempertimbangkan hasil-hasil tur Eropa mulai dari German Open hingga Swiss Open 2025.

“Iya betul. Jadi intinya dari penampilan pun saya bisa melihat di situ nanti. Karena ini juga pertandingan beregu kan Piala Sudirman, penting sekali. Jadi faktor mentalnya memang sangat perlu, hasil juga terutama. Tapi penampilan itu yang sangat penting,” kata Imam saat ditemui di Pelatnas PBSI, Cipayung, Rabu (19/2/2025).


Dari sektor tunggal putri, Indonesia memang tak mengirim atlet-atletnya secara penuh di empat turnamen yang bergulir di Eropa pada rentang 25 Februari hingga 23 Maret.

Mereka dibagi menyesuaikan kebutuhan. Seperti Komang Ayu hanya tampil di German Open dan Orleans Masters. Kemudian Gregoria Mariska Tunjung dan Putri Kusuma Wardani di All England. Khusus Putri, ia juga akan main di Swiss Open.

“Kalau target pasti ada. Seperti Komang, karena ini levelnya 300. Kan sempat juga dia ke final waktu di Thailand Masters. Tapi kan saya lihat di Orleans pada turun semua pemain-pemain yang ranking atas karena untuk pemanasan buat All England.”

“Ya tetap ada target tapi saya juga ingin lihat lawannya siapa dan penampilannya bagaimana. Itu yang menjadi bahan rekomendasi kepada KabidBinpres. Kualitasnya lah,” kata pelatih berusia 48 tahun ini.

Mengenai persiapan atlet-atletnya menuju tur Eropa nanti, Imam mengatakan pihaknya berfokus pada strategi dan teknik lapangan. Apalagi, waktu menuju turnamen tersebut tidak banyak karena sempat terpotong dengan Kejuaraan Bulutangkis Beregu Campuran Asia 2025 di China, pada 11-16 Februari lalu.

“Untuk fisik saya rasa pemain sudah siap. Tinggal paling penting saat pertandingan, pembawaannya. Kadang-kadang saya melihat masih banyak eror sendiri. Jadi poin-poin penting masih terlalu banyak mikir,” katanya mengungkapkan.

“Itu yang sering menimbulkan permainan tidak keluar dengan semestinya. Kalau saya lihat, seharusnya bisa lebih dari itu, tapi kayak ada tegang.”

Imam, yang mengawali kariernya sebagai atlet pada tahun 1988 hingga 1993 di klub Wima Surabaya, mengakui hal itu terjadi pada keseluruhan atlet tunggal putri.

“Jadi masih banyak sekali mati yang tidak perlu. Kalau untuk teknik mereka punya. Kapan saat poin masuk dulu, ini harus cari poin, itu yang harus masih dijalankan terus. Seperti Gregoria, kalau saya lihat, pukulannya luar biasa. Tapi kalau ketemu lawan ulet dan matikan agak susah kadang-kadang, timbul lah itu,” ujarnya.

(mcy/krs)

Membagikan
Exit mobile version