Kamis, November 21


Gunungkidul

Gunungkidul sedang ‘diserbu’ ulat jati. Meski bikin traveler geli, tapi ternyata ulat-ulat ini bisa menghasilkan cuan. Kok bisa?

Baru-baru ini, viral video yang memperlihatkan pemotor mengenakan jas hujan hingga membawa kayu untuk menghindari ‘serbuan’ ulat jati saat melintas di ruas jalan Gunungkidul.

Kemunculan kawanan ulat jati itu tentu saja akan bikin traveler merasa geli. Namun di sisi lain, fenomena ini ternyata bisa juga menjadi berkah.


Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Pariwisata (Dispar) Gunungkidul, Supriyanta, mengatakan fenomena ulat jati terjadi setiap tahun.

“Jadi kalau dari kami meminta masyarakat tetap tenang. Karena munculnya ulat-ulat adalah fenomena musiman dan biasanya tidak berbahaya,” kata Supriyanta kepada wartawan, Selasa (19/11).

Dia menyebut kontak dengan ulat jati bisa membuat beberapa orang mendapatkan reaksi alergi atau iritasi kulit. Dia pun menyarankan pemotor mengenakan pakaian yang serba tertutup untuk antisipasi.

Tak lupa dia juga menyarankan warga atau pengendara untuk menghindari kontak langsung dengan ulat. Misalnya saja menyentuh ulat atau daun yang diduga ada ulatnya.

“Jika menemukan ulat, biarkan mereka tetap di habitatnya. Jadi disarankan juga agar membawa salep antialergi atau antihistamin sebagai langkah berjaga-jaga,” ujar Supriyanta.

Ulat Jati Ternyata Bisa Jadi Cuan

Di sisi lain, kemunculan ulat jati dan pohon trembesi menjadi berkah bagi warga. Sebab, selain bisa dikonsumsi, ulat itu juga laku dijual.

Hal ini disampaikan salah satu warga Mokol, Selang, Kapanewon Wonosari, Suroso. Dia mengaku sudah beberapa hari terakhir mencari ulat pohon jati dan kepompong ulat pohon trembesi di pekarangan rumahnya.

“Ini cari ulat jati dan ulat trembesi untuk dikonsumsi sendiri karena kan keluarnya hanya setahun sekali. Tapi kalau dapat banyak ya dijual,” kata Suroso kepada wartawan, Senin (18/11).

Bedanya adalah ulat pohon trembesi berwarna hijau dan menempel di atas pohon, sedangkan ulat pohon jati menempel di daun. Rasanya pun disebut lebih gurih kepompong ulat jati.

Hal senada disampaikan warga lainnya, Ratih. Dia menyebut jika membeli harga ulat jati terbilang mahal.

“Coba-coba cari ulat jati dan ulat trembesi karena kalau beli katanya harganya sampai Rp 100 ribu (per kilogram),” ucapnya.

——-

Artikel ini telah naik di detikJogja.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version