Senin, September 30


Jakarta

Tanri Abeng ditunjuk sebagai Menteri Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara pada tahun 1998. Ia adalah menteri pertama di kementerian tersebut, yang kini menjadi Kementerian BUMN.

Selama menjabat, Tanri Abeng memiliki jasa besar terhadap perusahaan pelat merah, khususnya dalam menyehatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan melahirkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Dalam wawancara khusus detikcom September 2014 silam, Tanri mengaku ada dua tugas berat yang menjadi tugas pertamanya, yakni menyehatkan Garuda Indonesia dan sejumlah bank yang kini menjadi Bank Mandiri (Persero). “Ada dua tugas yang paling berat yang saya jalani waktu itu,” ujar Tanri Abeng.


Tugas berat pertama yang dijalaninya adalah memulihkan Garuda Indonesia. Tugas ini diembannya atas titah Presiden Soeharto yang ingin simbol negara ini terus mengudara.

“Saya tidak mau Garuda bangkrut. Dia harus terbang terus,” kata Tanri menirukan Pak Harto kala itu.

Ia mengatakan, tugas ini bukan perkara mudah lantaran sebagai sebuah perusahaan Garuda bisa dikatakan sudah bangkrut terbebani oleh utang yang sangat besar dan manajemen yang tidak sehat.

“Saya lihat Pak Harto sangat concern dengan garuda, karena itu kan bendera kita di sana. Padahal waktu itu Garuda sudah diancam oleh kreditur-krediturnya. Dikatakan mau dirampas pesawatnya. Itu yang membuat saya pontang-panting,” tutur dia.

Langkah awal yang dilakukannya untuk menyehatkan perusahaan penerbangan ini adalah dengan mengumpulkan seluruh jajaran direksi guna membahas langkah penyehatan apa yang dapat diambil. Sayang, hal tersebut berakhir dengan jalan buntu lantaran tak seorang pun paham perihal permasalahan yang tengah dialami Garuda.

“Akhirnya saya putuskan bahwa saya harus ganti dirut baru. Karena dirut yang ada itu terlalu baik. Dan dia mungkin tidak punya, katakanlah tidak tega memecat orang-orang itu. Jadi memang harus dari luar,” kata Tanri.

Setelah mencopot seluruh jajaran direksi Garuda, langkah berikutnya yang diambil Tanri adalah dengan merekrut orang-orang baru dari kalangan profesional. Saat itu yang terpikir adalah Robby Djohan, seorang kolega berlatar belakang bankir yang sudah dikenalnya sejak lama.

Namun, hal ini tak berjalan terlalu mulus. Latar belakang Robby yang seorang bankir dipertanyakan untuk memimpin sebuah perusahaan penerbangan.

“Saya pilih Bankir, supaya bisa komunikasi dengan sesama bankir yang mau membangkrutkan Garuda. Maka saya temukan Robby,” tegas tanri.

Selain alasan itu, Tanri bercerita bahwa secara pribadi, dirinya mengenal Robby sebagai sosok yang keras dan berpendirian. Yang terpenting baginya adalah Robby merupakan sosok yang bisa dipercaya. Sehingga, dirinya bisa fokus pada pekerjaan lainnya sembari maskapai Garuda disehatkan kembali.

“Robby itu seorang yang tough (tangguh), orangnya keras dan kita butuh orang keras. Selain itu dia bisa dipercaya. Karena kalau saya sudah percayakan seseorang pegang sesuatu, buat apa lagi kita awasi. 100% I trust. Tapi ada rekam jejaknya supaya saya bisa percaya,” jelas Tanri.

Setelah penggantian pucuk pimpinan Garuda tersebut, langkah berikutnya adalah membentuk tim direksi untuk membantu tugas Robby Djohan berjalan lebih lancar. Direkrutlah Emirsyah Satar sebagai Direktur Keuangan.

Bersamaan dengan itu, dilakukan pula reformasi besar-besaran dengan mengurangi jumlah karyawan yang dianggap terlalu gembrot kala itu. Saat itu jumlah karyawan Garuda mencapai 13.000 orang, padahal kebutuhan idealnya hanya 6.000 orang.

“Saya ganti direksinya semua. Di bawa direksi baru, seperti Emirsyah Satar dibawa dari Hong Kong. Kemudian, akhirnya dipensiunkan 6.000 orang karyawan dan itu duitnya banyak. Tapi, itu kembali cepat karena efisiensi dan lain sebagainya,” sebut dia.

Perjalanan Robby bersama Garuda pun tak berjalan lama. Robby kembali dibutuhkan Tanri untuk mengisi posisi sebagai Direktur Utama dan memimpin merger Bank Mandiri.

Setelah ditinggal Robby Djohan, posisi Direktur Utama di Garuda pun kosong. Tanri kembali memutar otak. Hasilnya, sekretarisnya sendiri yang ditunjuk untuk mengisi posisi Garuda 1 tersebut.

“Saya tunjuk Abdul Ghani menjadi Dirut Garuda yang baru. Ghani itu saya punya sahabat di sekretaris kementerian. Saya korbankan untuk selamatkan Garuda,” cerita Tanri.

Di posisi Direktur Keuangan Garuda tetap diisi oleh Emirsyah Satar. “Jadi memang Emir itu adalah anchor-rnya Garuda. Dia alami Garuda, zamannya Robby, zamannya Ghani,” sambung dia.

Bahkan dirinya sempat berfikir bila setelah Ghani, maka selanjutnya adalah Emirsyah Satar yang akan menjadi Dirut. “Tapi kan Menteri BUMN waktu itu Pak Laksamana putuskan lain. Waktu dia putuskan lain, dia angkat Pak Indra yang masuk penjara karena kasus Munir itu, Robby langsung mengundurkan diri,” cerita Tanri.

Menurut Tanri dan Robby, tidak tepat Indra ditunjuk sebagai Dirut Garuda. “Dan benar, selama tiga tahun di bawah Indra itu Garuda rugi. Nah setelah rugi, pemerintah sadar lagi, kalau begini harus cari lagi ini Pak Robby. Robby pun ngomong lagi, Oke Emir, kau balik lagi,” sambungnya.

Lahirnya Bank Mandiri

Enam bulan berselang sejak pertama kali Tanri Abeng bersama Robby Djohan banting tulang menyehatkan Garuda. Sayap-sayap Garuda pun mulai pulih dan tampak mulai bisa kembali terbang dengan sehat.

Tugas berat berikutnya pun telah siap menghadang Tanri. Tugas itu adalah menyehatkan 4 Bank BUMN yang terdiri dari Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dengan melakukan skema penggabungan atau merger menjadi Bank Mandiri.

“Waktu dimerger Itu (4 Bank) semua sudah bangkrut sebenarnya, karena Non Performing Loan (NPL/Kredit Macet)-nya sudah di atas 60%,” sebut Tanri.

Pilihan mengambil langkah merger bukanlah hal yang datang begitu saja. Pasalnya, sebelum ide merger ini dicetuskan, Presiden Soeharto telah terlebih dahulu mewacanakan untuk mempertahankan salah satu bank sementara bank lainnya bergabung ke dalam 1 bank yang dipertahankan tersebut.

Ide Soeharto tak serta merta dijalankan Tanri. Ia lantas menyarankan alternatif lain bila ingin hasil penggabungan 4 bank ini dapat menjadi bank yang besar dan sehat.

“Saya bilang, Pak, kalau ada satu dipertahankan, yang tiga itu bagaimana perasaannya. Kedua, Pak ini kita mau melakukan reformasi total. Ya jadi jangan ada yang dipertahankan nanti kulturnya masih kultur yang itu-itu juga,” cerita Tanri.

Akhirnya diputuskan lah untuk membentuk bank baru. “Kalau begitu kita namakan Bank Catur! Langsung Pak Harto bilang begitu,” ujar Tanri menceritakan.

Singkat cerita, upaya merger ini berlanjut dengan penunjukkan sosok baru untuk mengisi jabatan sebagai Direktur Utama di Bank Catur ini. Saat itu ditunjuk seorang Pejabat di PT Taspen untuk memimpin bank hasil merger tersebut.

Namun langkah itu tak berjalan baik. Orang yang ditunjuk ternyata menyatakan diri tidak sanggup dan mengundurkan diri dari posisi dirut tersebut.

“Dia orangnya jujur banget, namanya Pak Mul. Dia datang ke saya. Dia bilang, Pak Menteri saya tidak sanggup.” kenang Tanri.

Tanri pun kembali teringat pada koleganya yang saat itu masih menjabat sebagai Dirut Garuda. Adalah Robby Djohan yang kembali ditunjuk untuk menjalankan misi barunya.

“Waktu itu Garuda mulai stabil menjelang 6 bulan. Saya butuh Robby untuk memimpin merger Bank Mandiri. Pak Mul yang saya tunjuk mengundurkan diri, saya cari-cari lagi, kembali dapatnya Robby,” ucap Tanri.

Dipilihnya Robby kembali tentu bukan tanpa alasan. Apa lagi kalau bukan latar belakangnya yang seorang bankir. Tanri berkisah, membujuk Robby untuk meninggalkan jabatannya sebagai Dirut Garuda ternyata bukan perkara mudah.

“Dia (Robby Djohan) bilang dia masih betah di Garuda. Akhirnya saya bujuk beliau. Saya bilang, saya tunjuk kamu jadi Komisaris Utama Garuda. Jadilah dia sebagai Dirut Bank mandiri dan Komut Garuda,” sebutnya.

Berhasil membujuk Robby, Tanri pun mulai berjibaku dengan tugas kedua ini. “Kita pontang-panting lagi di situ. Karena IMF menuntut ini harus segera. IMF mengatakan kita dikasih 24 bulan untuk melakukan merger Bank ini,” katanya.

Di luar dugaan, Robby mendatanginya dan berkata akan dikerjakan dalam waktu 8 bulan. “Eh, saya nggak mau tunggu 24 bulan. Saya kerjakan 8 bulan,” ucap Tanri menirukan Robby.

Tanri pun kaget dan menanyakan apakah hal itu mungkin dilakukan. “Dia jawab ‘Bisa’. Dan benar dia kerjakan 8 bulan sudah Merger. Makanya sebelum saya turun bulan September, bulan Agustus sudah saya teken surat merger Bank Mandiri ini,” tuturnya.

Meski berjalan lancar, Ide Presiden Soeharto memberi nama Bank hasil merger tersebut dengan nama Bank Catur tidak digunakan. Bank tersebut kini berkibar dengan bendera baru bernama Bank Mandiri.

Kini, Tanri Abeng telah berpulang. Ia meninggal dunia dini hari tadi di usianya 83 tahun. Berkat jasanya, Garuda Indonesia masih bisa mengudara sampai hari ini dan Bank Mandiri menjelma sebagai salah satu bank terbesar di Tanah Air.

(acd/rrd)

Membagikan
Exit mobile version