Senin, September 23

Jakarta

Turbulensi pesawat belakangan disebut semakin meningkat. Pesawat Singapore Airlines jurusan London ke Singapura pun kena getahnya, di mana seorang penumpang meninggal dunia. Para peneliti menyebut penyebab tren mencemaskan meningkatnya turbulensi adalah perubahan iklim yang membuat Planet Bumi makin panas.

Peneliti di Reading University, Inggris, belum lama ini mempelajari turbulensi di udara bersih yang lebih sulit dihindari pilot. Mereka menemukan bahwa turbulensi berat telah meningkat 55% antara tahun 1979 sampai 2020, di rute sibuk Atlantik Utara.

Peningkatan ini terkait perubahan kecepatan angin di ketinggian karena udara yang lebih hangat dari emisi karbon. “Terkait satu dekade riset yang menunjukkan perubahan iklim akan meningkatkan turbulensi di masa depan, kami kini punya bukti bahwa peningkatan sudah dimulai,” cetus Profesor Williams, ilmuwan atmosfer di Reading University.


“Kita harus berinvestasi untuk meningkatkan perkiraan dan deteksi turbulensi, untuk mencegah penerbangan yang kurang mulus di dekade mendatang,” saran dia.

Dikutip detikINET dari BBC, Selasa (22/5/2024) rute penerbangan di AS dan Atlantik Utara mengalami peningkatan terbesar. Eropa, Timur Tengah, dan Atlantik Selatan juga mengalami peningkatan turbulensi signifikan. Turbulensi sendiri disepakati tak berbahaya karena pesawat sudah dirancang untuk menghadapinya, tapi tentu menimbulkan rasa tidak nyaman.

Williams mengatakan peningkatan turbulensi dipicu pergeseran angin yang lebih besar, atau perbedaan kecepatan angin, dalam aliran jet, yaitu sistem angin kencang yang bertiup dari barat ke timur di ketinggian. Itu ada sebagian besar karena perbedaan suhu antara ekuator dan kutub dunia.

Meskipun satelit tidak dapat melihat turbulensi, mereka dapat melihat struktur dan bentuk aliran jet, sehingga dapat dianalisis. Radar dapat menangkap turbulensi dari badai, tapi turbulensi udara bersih atau clear air turbulence hampir tidak terlihat dan sulit dideteksi.

Penerbangan yang bergolak tidak hanya tidak nyaman, tapi juga dapat menyebabkan cedera bagi penumpang. Turbulensi parah sangat jarang terjadi, tapi turbulensi udara jernih dapat terjadi mendadak, saat penumpang tak mengenakan sabuk pengaman.

“Tak seorang pun harus berhenti terbang karena takut turbulensi, tapi masuk akal selalu mengencangkan sabuk pengaman, kecuali jika Anda bergerak, seperti yang dilakukan pilot. Itu hampir merupakan jaminan Anda akan aman bahkan dalam turbulensi terburuk sekalipun,” cetus William.

Ada juga konsekuensi finansial. Industri penerbangan merugi antara USD 150 juta hingga USD 500 juta di AS saja setiap tahun karena efek turbulensi, termasuk keausan pada pesawat.

Simak Video “Penjelasan Ahli soal Turbulensi Boeing 777 London-Singapura
[Gambas:Video 20detik]

(fyk/fay)

Membagikan
Exit mobile version