Selasa, Januari 21


Jakarta

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump akan dilantik secara resmi. Warga asing yang bermukim di Negeri Paman Sam pun dibuat dag dig dug der soal visa dan imigrasi.

Masalah imigrasi dan penduduk gelap tanpa dokumen menjadi salah satu topik yang menjadi perhatian menjelang pelantikan Donald Trump untuk yang kedua kalinya sebagai Presiden Amerika Serikat.

Donald Trump, yang hari ini akan dilantik menjadi presiden, pernah berjanji akan melakukan deportasi terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Sebanyak 1 juta orang kabarnya akan dideportasi oleh Trump.


Kebijakan Trump soal imigrasi membuat banyak orang ketar-ketir, termasuk sejumlah warga asal Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat tanpa dokumen resmi.

Salah satunya adalah Dinda (bukan nama sebenarnya). Dinda datang ke Negeri Paman Sam dengan visa turis dan sudah dua tahun terakhir bermukim di Amerika Serikat.

“Sekarang saya kerja sebagai pramusaji, dibayar US$2,50 per jam tetapi kebanyakan penghasilan saya berdasarkan tip dari tamu,” tutur Dinda yang mengaku bisa memperoleh rata-rata US$5.000 per bulan.

Dinda sadar status kependudukannya di Amerika Serikat bermasalah dan sedang mengurus untuk menjadikannya legal.

“Saya berusaha mengurus izin kerja saya sejak Maret lalu, dan sepertinya sebentar lagi akan keluar,” kata Dinda kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia.

Tapi dengan terpilihnya Donald Trump, Dinda jadi khawatir. “Soalnya surat-surat saya belum di tangan, takutnya nanti aplikasi saya di-review lagi dan bakal kenapa-napa,” kata dia.

“Apalagi menurut teman-teman di sini, zamannya Trump dulu tuh sering ada razia pekerja, kalau ketahuan ilegal langsung dideportasi,” ujarnya khawatir.

Dinda menceritakan di tempatnya bekerja ada beberapa orang yang berstatus ilegal seperti dirinya, kebanyakan dari Meksiko.

“Bos-bosnya di sini enggak terlalu peduli status kita karena mereka perlu orang yang mau kerja, … bahkan kalau ilegal, bosnya malah bisa bayar gaji lebih rendah.”

Mereka Ingin Menetap Secara Legal

Berbeda dengan Dinda, Michael Widjaja sudah tinggal di Amerika Serikat secara legal selama 10 tahun dan bekerja sebagai perawat.

Sekarang Michael menjadi pesimis dengan pengajuan ‘Green Card’ atau izin menetap yang sedang diurusnya.

“Dalam 12 jam terakhir ini saya mulai memikirkan alternatif lain seandainya aplikasi ini tidak berjalan dengan semestinya,” ujar dia.

“Saya mulai memikirkan ke mana saya harus pindah,” lirihnya.

Michael Walter Sopacua, pria berdarah Ambon yang kini sudah berstatus warga negara Amerika Serikat punya pendapat lain.

Pria yang akrab dipanggil Aiky ini mengatakan ia dan istrinya butuh waktu hampir sepuluh tahun untuk bisa mendapatkan ‘Green Card’ sampai dapat bekerja dan akhirnya menjadi warga negara.

“Jadi kita menjalani aturan hukum yang ada, kita bukan imigran yang memaksakan segalanya harus sesuai kemauan kita,” tegas dia.

Lia Sundah Suntoso, warga Indonesia yang sudah menjadi pengacara imigrasi di New York lebih dari 20 tahun, mengatakan sebenarnya antara Donald Trump dan Kamala Harris tidak ada yang menawarkan pilihan terbaik bagi warga imigran, khususnya imigran ilegal.

Lia memiliki beberapa kasus dari imigran yang menginginkan jalan untuk bisa menetap di Amerika Serikat, termasuk para pencari suaka.

Menurutnya proses pengurusan visa menetap di era Joe Biden dan Kamala Harris membutuhkan waktu lama bahkan tak kunjung selesai.

“Setidaknya kalau Trump yang terpilih kita jadi tahu siapa yang dihadapi … dari pada kita di PHP [pemberi harapan palsu] mulu,” ujarnya.

“Saya rasa politisi harus berhenti menggunakan imigran atau semua yang terkait dengannya sebagai pion,” ujarnya, yang tak ingin masalah imigrasi dipolitisasi.

“Karena sebenarnya ini menyangkut manusia,” pungkas dia.

——

Artikel telah tayang di detiknews.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version