Jumat, November 8

Washington

Donald Trump kembali menjadi Presiden Amerika Serikat setelah menjungkalkan Kamala Harris. Tak sedikit ilmuwan kecewa dan cemas karena retorika anti sains yang kerap diutarakan Trump saat dulu jadi Presiden AS.

“Dalam hidup selama 82 tahun, hampir tak ada hari ketika saya merasa lebih sedih,” kata Fraser Stoddart, peraih Nobel yang meninggalkan Amerika Serikat tahun lalu dan jadi kepala divisi kimia di Universitas Hong Kong. “Saya telah menyaksikan sesuatu yang menurut saya sangat buruk, tak hanya bagi AS, tapi bagi kita semua di dunia.”

“Saya terkejut, tapi juga tidak terkejut mengingat betapa terpolarisasinya politik AS saat ini,” kata Michael Lubell, fisikawan City College of New York. Implikasi kemenangan Trump bagi kebijakan pemerintah dan sains bisa sangat besar, terutama karena skeptisisme mendalam Trump terhadap para ilmuwan.


“Kita harus siap untuk dunia baru. Saya mencoba untuk optimis, tapi sulit untuk menemukan aspek positif apapun bagi sains global dan kesehatan publik jika Partai Republik mengambil alih,” kata Grazyna Jasienska, periset di Universitas Jagiellonian di Krakow, Polandia yang dikutip detikINET dari Trump.

Trump di masa lalu menyebut perubahan iklim tipuan dan menarik AS keluar dari perjanjian iklim Paris. Ia juga mengatakan akan memberi Robert F. Kennedy Jr., tokoh politik yang menyangkal efektivitas vaksin, peran besar dalam pemerintahannya, dan berjanji mempermudah pemecatan ilmuwan dari pemerintah AS yang menentang agenda politiknya.

Kekhawatiran ini sejalan dengan yang diungkapkan mayoritas pembaca publikasi sains Nature. Sebanyak 86% dari lebih dari 2.000 orang yang menjawab jajak pendapat mendukung Harris karena berbagai kekhawatiran termasuk perubahan iklim, kesehatan masyarakat, dan keadaan demokrasi AS. Bahkan ada yang ingin pindah dari AS jika Trump menang.

Tulio de Oliveira, ahli virus terkemuka di Universitas Stellenbosch di Afrika Selatan, menanggapinya dengan memposting di X tentang lowongan pekerjaan untuk ilmuwan. “Dengan perubahan di seluruh dunia, Anda mungkin ingin pindah ke salah satu Universitas terbaik di Afrika Selatan, di salah satu wilayah terindah di dunia!”, katanya.

Namun tak semua peneliti menentang Trump. Dari mereka yang menanggapi survei Nature, 6% memilih Trump, biasanya terkait kekhawatiran tentang masalah keamanan dan ekonomi. Cesar Monroy-Fonseca, kepala staf di Seele Neuroscience di Mexico City, lebih menyukai Trump dengan alasan dia lebih baik di antara yang buruk.

(fyk/fay)

Membagikan
Exit mobile version