Jakarta –
Penjualan otomotif nasional masih lesu imbas dari daya beli yang melemah. Pabrikan diminta untuk tidak menaikkan harga.
Industri otomotif sedang mengalami tekanan, salah satunya imbas rupiah yang melemah, ini tentunya berdampak pada harga mobil statusnya Completely Built Up (CBU).
“Pressure (melemahnya rupiah) sudah berjalan selama dua-tiga bulan belakang. Kita sedang consider untuk menaikkan harga. Cuma kita perlu berhati-hati karena market sedang mengalami kontraksi, jadi kita sangat selektif melakukan kenaikan harga. Jadi model-model yang kita rasa untuk tetap menjaga competitiveness,” kata Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor, Anton Jimmi Suwandi di ICE BSD City, Tangerang, Selasa (23/7/2024).
“Biasanya bulan Juli ada kenaikan harga. Hampir semua model terpaksa kita harus naikkan harga, mostly CBU model,” jelasnya lagi.
Anton menambahkan sudah terjadi kenaikan harga untuk beberapa model. Ada banyak pertimbangan dalam penetapan harga seperti nilai tukar, harga bahan baku untuk produksi, biaya logistik, hingga kondisi pasar. Dia memastikan masih menahan harga untuk beberapa model tertentu.
“Juli sudah ada kenaikan harga untuk beberapa model. Tapi jumlah kenaikan harganya sangat jauh dibandingkan dengan seharusnya. Dari hitung-hitungan produksi pabrik dan exchange rate, lain-lain harusnya semua model naik harga, tapi kita tahan untuk menjaga pasar juga,” jelas dia.
“CBU pun tidak semua, hanya beberapa selektif dengan terpaksa kita naikkan. Beberapa misalnya Toyota Land Cruiser, Hi Ace,” tambahnya lagi.
Belum lagi beban pajak kendaraan biasanya berubah setiap tahunnya.
“Kenaikan harga yang terakhir itu kuartal kedua karena pajak, lebih banyak ke BBNKB, pajak daerah. Di luar dari pajak biasanya kenaikannya di bulan Januari,” ungkap Anton.
Sebelumnya, Menperin Agus Gumiwang meminta agar produsen tak menaikkan harga jual mobil ketika penjualan sedang melemah.
Dikutip dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) sepanjang Januari sampai dengan Juni 2024 tercatat hanya 408.012 unit.
Capaian sepanjang Januari-Juni tersebut minus 19,4 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 506.427 unit.
Produksi mobil di Tanah Air pun ikutan anjlok. Pada semester satu 2024, produksi mobil di Indonesia hanya 561.772 unit, turun 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada periode sama tahun 2023, produksi mobil mencapai 702.144 unit.
Anton menambahkan, pihaknya belum bisa memastikan sampai kapan bisa menahan harga.
“Kita harus menjaga demand and supply, profitability. Pabrik harus untung bayar gaji, cost, supply harus balancing,” kata Anton.
“Sampai kapan kita nggak bisa janji, karena segala sesuatu bisa terjadi, bisa berubah. Semaksimal mungkin kita akan jaga,” jelasnya lagi.
(riar/dry)