Jumat, Oktober 11


Jakarta

PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) merasa wajar soal bahan baku bioetanol yang masih impor dari luar negeri. Sebab, menurut mereka, bahan bakar tersebut masih cenderung baru di dalam negeri. Sehingga, semuanya pasti butuh proses.

Sebagai catatan, Toyota merupakan salah satu pabrikan roda empat yang mendukung dan mendorong pemanfaatan bietanol di Indonesia. Bahkan, mereka juga telah berhasil menguji coba bioetanol 100 persen di produk mobilnya.

Namun, belum lama ini, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengatakan, bioetanol tak ideal dipakai di Indonesia. Sebab, bahan bakunya seperti jagung dan gula masih impor dari luar negeri.


Kolaborasi Pertamina–Toyota, Uji Coba Bioethanol 100% di GIIAS 2024 Foto: Pertamina

Bob Azam selaku Wakil Presiden Direktur PT TMMIN merasa aneh dengan pernyataan Kemenko Marves. Dia menegaskan, wajar bahan baku bioetanol masih berstatus impor. Sebab, adopsi bahan bakar tersebut masih sangat baru di Indonesia. Dia yakin, di masa depan, skemanya pasti berubah.

“Yang aneh bioetanol, dibilangnya tidak bisa karena masih impor. Ya semua kalau masih dibangun ya impor lah, otomotif ketika awal dibangun juga impor kok,” ujar Bob Azam dalam forum diskusi bersama wartawan di BSD, Tangerang Selatan

“Tapi kalau kita nggak impor, pembangunan berjalan. Setelahnya kita bisa bikin program bagaimana mensubstitusi impor, kemudian berkembang menjadi local production, setelah itu local content. Jadi kita punya program. Kalau nggak memulai, ya gimana?” tambahnya.

Lagipula, kata Bob, bahan baku bioetanol tak hanya jagung dan tebu. Kini, ada bahan-bahan lain yang ketersediaannya sudah cukup banyak di Indonesia. Mulai dari singkong hingga sorgum.

Kolaborasi Pertamina–Toyota, Uji Coba Bioethanol 100% di GIIAS 2024 Foto: Pertamina

Diberitakan detikOto sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin menegaskan, bioetanol kurang cocok diterapkan di Indonesia. Sebab, bahan bakunya seperti jagung dan gula masih impor dari luar negeri.

“Hari ini kita tidak produksi banyak etanol, biasanya etanol didapat dari tebu dan jagung. Kita hari ini saja masih impor gula dan jagung. Jadi sekarang kalau mau memaksa pakai biofuel, kita harus impor juga,” kata Kaimuddin di Gedung Kemenko Marves, Jakarta Pusat.

Disitat dari CNBC Indonesia, impor gula Indonesia mencapai 5,8 juta ton selama periode 2022-2023. Besaran angka tersebut membuat Indonesia menjadi salah satu importir gula terbesar di dunia.

Sementara untuk jagung, meski impornya mengalami penurunan, namun angkanya masih tetap tinggi. Jika dulu mencapai 3,5 juta ton, maka kini turun menjadi 450 ribu ton.

(sfn/dry)

Membagikan
Exit mobile version