Kamis, Januari 16
Jakarta

Tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, Hasto Kristiyanto, irit bicara usai diperiksa KPK tempo hari. Ternyata, Sekjen PDI Perjuangan itu meniru strategi Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Seperti diketahui, Hasto Kristiyanto telah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Hasto banyak bicara saat tiba, namun irit bicara usai diperiksa.

Pemeriksaan Hasto dilakukan di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2025) lalu. Saat tiba, Hasto memberikan keterangan panjang lebar dan menutupnya dengan pekik ‘merdeka’.


“Terima kasih. Merdeka!” kata Hasto sambil berjalan masuk ke lobi gedung KPK.

Hasto saat itu mengatakan dirinya siap memberikan keterangan dengan sebaik-baiknya. Hasto juga menyampaikan tim pengacaranya akan mengirimkan surat kepada pimpinan KPK agar pemeriksaannya ditunda hingga proses praperadilan selesai. Permohonan itu telah ditolak KPK.

“Saya akan memberikan keterangan dengan sebaik-baiknya. Namun sebagaimana diatur di dalam UU tentang hukum acara pidana bahwa saya juga memiliki suatu hak untuk melakukan praperadilan,” katanya.

Hasto juga sempat menyinggung telah belajar seputar pengorbanan dari Presiden pertama Indonesia, Sukarno atau Bung Karno. Dia juga meminta para simpatisan dan kader PDIP tetap tenang.

Hasto menjalani pemeriksaan sejak pukul 09.59 WIB. Dia kemudian keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 13.25 WIB atau setelah 3,5 jam di ruang pemeriksaan.

Saat akan meninggalkan Gedung KPK, Hasto irit bicara. Dia hanya mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih ya, terima kasih,” kata Hasto sambil meninggalkan Gedung KPK.

KPK Ogah Menduga-Duga


Foto: Jubir KPK Tessa Mahardhika (Adrial/detikcom)

KPK ogah menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi hingga Hasto irit bicara usai diperiksa. KPK mempersilakan hal itu ditanyakan ke Hasto.

“Ya saya tidak bisa menduga-duga ya apa yang disampaikan penyidik, mungkin beliau sedang kurang enak badan sehingga tidak memiliki keinginan untuk berbicara kepada rekan-rekan dan diwakili oleh kuasa hukum,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (13/1). Dia ditanya apakah ada sesuatu yang disampaikan penyidik sehingga Hasto irit bicara.

Hasto telah beberapa kali diperiksa KPK sebelum akhirnya berstatus tersangka. Selain di kasus korupsi Harun Masiku, Sekjen PDIP itu pernah diperiksa sebagai saksi pada perkara Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub).

Hasto selalu memberikan keterangan panjang saat selesai diperiksa sebagai saksi dalam beberapa kasus itu. Namun, kondisi berbeda terjadi saat Hasto diperiksa sebagai tersangka.

Tessa mempersilakan persoalan sikap Hasto itu ditanya ke pengacara Hasto. Dia mengatakan KPK tak punya kewenangan menjelaskan sikap Hasto.

“Mungkin rekan-rekan bisa bertanya kepada kuasa hukum lebih lanjut ya atau ke saudara HK langsung apakah ada hal-hal tertentu yang membuat yang bersangkutan tidak ingin berbicara kepada rekan-rekan jurnalis,” kata Tessa.

Hasto Tiru Strategi Bu Mega


Foto: Hasto Kristiyanto (Ari Saputra/detikcom).

PDIP buka sura soal Hasto Kristiyanto yang tidak banyak berbicara usai diperiksa KPK. Juru bicara PDIP Guntur Romli menyebut Sekjennya itu meniru strategi Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

“Mas Hasto juga meniru strategi Ibu Megawati Soekarnoputri pada era Orde Baru saat diperiksa polisi, beliau memberikan keterangan pers sebelum diperiksa, namun setelah selesai diperiksa dan keluar dari kantor polisi, selanjutnya menyerahkan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya,” kata Guntur Romli dalam keterangannya, Rabu (15/1).

Hasto disebut menyerahkan urusan di KPK pada kuasa hukumnya. Menurut Guntur, persoalan selepas diperiksa sudah masuk materi penyidikan.

“Meskipun Mas Hasto melihat kasus yang dituduhkan kepadanya lebih kuat aroma politiknya, karena Mas Hasto bukan penyelenggara negara dan tidak ada kerugian negara sepeserpun dalam kasus ini,” kata Guntur.

Narasi soal bukan penyelenggara negara dan tidak ada kerugian negara ini selalu disebutkan Guntur. Sedangkan apabila dicek pada pasal-pasal yang disangkakan pada Hasto yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 serta Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor), tidak ada ketentuannya terkait penyelenggara negara maupun kerugian negara.

Pasal-pasal di atas mengatur tentang pemberian suap dan gratifikasi kepada penyelenggara negara, dalam kasus ini yaitu Wahyu Setiawan yang saat peristiwa pidana terjadi berperan sebagai Komisioner KPU. Pun soal kerugian negara tentunya tidak ada karena pengenaan pasalnya terkait suap terkait jabatan.

Halaman 2 dari 3

(whn/isa)


Membagikan
Exit mobile version