Selasa, Oktober 15


Tokyo

Strategi Jepang memberikan tiket penerbangan domestik gratis kepada turis asing justru berpotensi menjadi bumerang bagi pariwisata negeri sakura. Apa saja kerugiannya?

Adalah Japan Airlines yang memberikan tiket penerbangan domestik secara cuma-cuma itu kepada turis asing, termasuk turis dari Indonesia. Syaratnya, pemesanan tiket penerbangan internasional dan domestik dilakukan dalam satu reservasi yang sama. Jika pemesanan penerbangan domestik dilakukan secara terpisah maka tidak memenuhi syarat untuk promo itu.Tiket itu termasuk bagasi berkapasitas cukup besar yaitu 23 kg untuk dua tas.

JAL meluncurkan promo itu secara bertahap di berbagai negara. Diawali dengan turis dari Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Meksiko, kemudian Thailand dan Singapura, lantas Australia dan Selandia Baru. Kemudian, menyusul wisatawan Indonesia, yang mulai 27 September 2024.


JAL menawarkan promo itu untuk mempromosikan destinasi yang kurang dikenal di Jepang sekaligus mengurangi kepadatan wisatawan di kota-kota populer.

Setelah promo itu berjalan, sejumlah pihak menilai ada celah yang bisa menjadi bumerang bagi Jepang. Pemberian tiket penerbangan domestik secara gratis itu dikhawatirkan menimbulkan overtourism di destinasi wisata popular.

“Orang-orang akan terus berbondong-bondong ke destinasi populer, seperti Tokyo, karena destinasi tersebut merupakan objek wisata utama,” kata Sara Aiko, pendiri agen perjalanan Curated Kyoto, seperti dikutip dari New Yok Post, Senin (14/10/2024).

Bumerang lain juga diprediksi bisa mengarah kepada warga lokal. Berwisata bakal semakin sulit buat warga lokal.

“Harga hotel meroket karena pariwisata, sehingga banyak penduduk lokal kesulitan untuk menginap di tempat yang dulu mereka sukai,” kata Aiko.

Ben Julius, pendiri Tourist Japan, setuju dengan pendapat Aiko. Sejauh ini, semua kliennya ingin melihat ikon-ikon seperti Tokyo, Osaka, Kyoto, dan Gunung Fuji, yang merupakan tempat favorit wisatawan lain.

“Mayoritas pengunjung adalah debutan ke Jepang,” kata Ben.

“Dan ketika orang-orang mengunjungi Jepang untuk pertama kalinya, mereka tidak akan melewatkan kota-kota yang wajib dikunjungi,” dia menambahkan.

Selain kemungkinan bumerang, penasihat perjalanan Jepang Amy Thomasson juga berpikir kebijakan itu bisa menjadi masalah bagi wisatawan yang akhirnya memutuskan untuk tidak ikut.

Dia mengatakan hal itu “tidak masuk akal bagi sebagian besar wisatawan” karena biaya tambahan yang dikeluarkan untuk menambahkan destinasi baru ke perjalanan awal mereka, belum lagi kemungkinan biaya transit jika mereka memilih untuk tidak turut terbang ke kota yang sudah dipilih.

(fem/fem)

Membagikan
Exit mobile version