Kamis, November 7

Jakarta

Dari laporan yang dikembangkan Lazada dan Kantar, tercermin bahwa adopsi AI di Indonesia cukup tinggi. Bahkan banyak yang rela membayar untuk memakai kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Laporan itu meluncur bersamaan dengan pembaharuan fitur AI Lazada. Informasi itu berjudul ‘Adopsi Artificial Intelligence (AI) dalam eCommerce di Asia Tenggara’.

“Kita bisa bilang bahwa consumer di Indonesia itu sangat highly adaptive, mereka sangat open untuk technology, dan pada khususnya pengaplikasikan di kehidupan sehari-hari juga. Kalau kita lihat, memang human interaction masih penting, cuma mereka trying to keep it balanced,” jabar Associate Director Kantar Indonesia Ummu Hani.


Hasil riset menunjukkan tingkat adopsi AI mencapai 77% di Indonesia. Ini merepresentasikan tingginya kepercayaan dan penerimaan konsumen terhadap teknologi ini. Sebanyak 53% pelanggan menilai penggunaan AI di dalam ecommerce mempermudah proses belanja, dengan fitur yang paling digemari adalah AI chatbot, pencarian produk dengan gambar, rekomendasi produk, dan analisis ulasan produk.

Melihat dampak yang diberikan GenAI pada proses belanja, konsumen menggunakan AI di ecommerce lebih banyak dari industri lain. Bahkan 85% pelanggan Indonesia rela membayar lebih untuk menggunakan AI di dalam platform eCommerce.

“Dan kalau kita lihat juga, zoom in ke ecommerce shoppers, kita lihat bahwa mereka percaya bahwa 77% AI sudah digunakan di ecommerce. Jadi, mereka memang sudah paham bahwa ecommerce di Indonesia itu sudah adopt AI,” jelasnya di acara ‘Media Gathering – Promo 11.11 Diskon Terbesar di Lazada’, Kamis (7/10/2024).

Lebih lanjut, pemahaman soal penggunaan AI orang Indonesia juga bagus. Faktanya, hampir 70% orang sudah paham dan tahu tentang chatbot. Nah, ketika orang sudah tahu fitur yang dapat dimanfaatkan dengan AI, mereka akan menggunakannya.

“Ini terkait dengan bagaimana hubungannya dengan consumers relation dengan ecommerce platform. Kalau kita lihat, memang potensi untuk AI itu kan sangat tinggi, dan ternyata orang-orang itu juga willing to pay to use AI,” kata Hani.

“Jadi, mindset bahwa pengin yang mudah itu harus selalu diikuti dengan harus gratis juga ya nggak juga. Ini karena saking banyaknya benefit dari AI tersebut, maka orang Indonesia juga tidak apa-apa nih kalau memang harus dibayar,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, AI Expert & Co-Founder Feedloop.ai Ajie Santika menuturkan bahwa AI makin lama akan semakin dibutuhkan, bahkan sifatnya jadi personal. Tapi tetap, perlu diingat bahwa AI hanyalah sebuah tool atau alat.

“Yang pasti semua semakin personal. AI bisa jadi personal assistant, personal lawyer, dokter dan lain-lain, akan lebih banyak lagi. Walaupun tetap decision maker-nya manusia. Yang belajarnya siapa? Ya tetap manusia,” ungkapnya.

Dikarenakan AI dapat membuat segalanya lebih mudah dan efisien, Ajie beranggap inilah yang membuat orang-orang rela untuk membayar demi memanfaatkan AI. Ia menjelaskan bahwa hal ini didorong oleh GenAI yang dapat menyederhanakan berbagai proses aplikasi ke dalam beberapa klik.

“Selama ini kita sudah familiar dengan AI yang dapat melakukan sesuatu. Kini, perkembangan teknologi melahirkan GenAI untuk tidak hanya melakukan, tetapi juga membuat. GenAI dapat menganalisis kumpulan data yang sangat besar dan mempelajari polanya, lalu menghasilkan output yang baru. Teknologi ini tentunya akan sangat membantu produktivitas karena dapat menyederhanakan proses. Sebagai level yang lebih tinggi dari AI, GenAI memungkinkan proses yang lebih sederhana bagi pengguna untuk menemukan apa yang mereka cari hanya dengan beberapa kali ‘klik’, seperti pada fitur-fitur yang ditawarkan Lazada,” tandasnya.

(ask/ask)

Membagikan
Exit mobile version