Minggu, Oktober 6


Jakarta

Detikers pasti sering melihat berita tentang kecelakaan di pelintasan kereta api. Kecelakaan di pelintasan sebidang ini tentunya mengakibatkan kerugian besar dan potensi korban jiwa.

Nyatanya dilansir dari laman resmi PT KAI, dari tahun 2023 hingga Maret 2024, PT KAI mencatat ada 1.514 pelintasan sebidang yang dijaga dan 2.556 yang tidak dijaga, serta telah menutup 157 pelintasan untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api. Lalu untuk penjagaan pelintasan kereta api ini sendiri sebenarnya tanggung jawab siapa?

Banyak yang mengira KAI bertanggung jawab untuk memasang palang dan rambu di setiap pelintasan sebidang. Namun, tanggung jawab tersebut tidak berada pada KAI. Sebagai operator, KAI tidak memiliki kewenangan hukum untuk memasang palang pelintasan atau mengubahnya menjadi flyover atau underpass.


VP Public Relations KAI Joni Martinus menegaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No 94 Tahun 2018 pasal 2, pengelolaan pelintasan sebidang merupakan tanggung jawab penanggung jawab jalan sesuai klasifikasinya.

Menteri untuk jalan nasional, Gubernur untuk jalan provinsi, Bupati/Walikota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa, serta badan hukum atau lembaga untuk jalan khusus.

“Peran pemerintah pusat dan daerah sangat penting untuk mengurangi kecelakaan di pelintasan sebidang. KAI juga mendorong pemerintah untuk membuat pelintasan yang aman sesuai regulasi atau menutup pelintasan liar yang berbahaya bagi perjalanan kereta api dan keselamatan umum,” ujar Joni.

Potret ‘Anker’ Berdesakan di Stasiun Manggarai Foto: Rifkianto Nugroho

Mirisnya menurut data pada periode 2023 hingga Maret 2024, tercatat 414 kasus kecelakaan di pelintasan sebidang, dengan 124 orang meninggal dunia, 87 luka berat, dan 110 luka ringan.

Di sisi lain, sebenarnya kereta api itu memiliki jalur tersendiri dan tidak dapat berhenti mendadak, sehingga pengguna jalan harus mendahulukan perjalanan kereta api.

“Seluruh pengguna jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api saat melewati pelintasan sebidang. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 124 dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114,” kata Joni.

Pasal 124 UU Nomor 23 Tahun 2007 menyatakan bahwa pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

Sementara Pasal 114 UU Nomor 22 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pada pelintasan sebidang, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.

Simak Video “Vandalisme Suporter Pecahkan Kaca Kereta, KAI Ingatkan Ancaman Bui
[Gambas:Video 20detik]
(lth/lth)

Membagikan
Exit mobile version