
Jakarta –
Para astronaut di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) sering menderita ruam, alergi yang tidak biasa, dan berbagai infeksi, termasuk jamur, luka dingin, dan herpes zoster.
Para peneliti kini merasa mereka tahu alasannya, laboratorium yang mengorbit itu terlalu higienis sehingga tidak memiliki cukup kuman.
Bakteri yang umumnya ditemukan di dalam atau di tubuh tiba di luar angkasa bersama inangnya manusia, tetapi rangkaian mikroba yang hidup bebas yang ditemukan di Bumi, tidak ada.
Ketidakseimbangan mikroba semacam ini, dikaitkan dengan penyakit inflamasi kronis, dan para ilmuwan berhipotesis bahwa membudidayakan beragam mikroba di ISS, dan penggantian stasiun pada akhirnya nanti, dapat meningkatkan kesehatan astronaut.
Lebih dari 280 astronaut telah mengunjungi ISS dalam 25 tahun sejarahnya, dan untuk lebih memahami kondisinya, Knight, peneliti dari University of California San Diego (UCSD), Amerika Serikat dan NASA bekerja sama untuk memetakan mikroba yang hidup di stasiun antariksa.
Mereka menemukan bahwa stasiun tersebut lebih steril daripada tempat tinggal di Bumi, dan bakteri yang mereka identifikasi di sana dikaitkan dengan gejala yang berhubungan dengan kekebalan tubuh.
Dalam temuan yang dipublikasikan Februari lalu di jurnal Cell ini, dijelaskan bahwa untuk memetakan mikroba, astronaut dan ahli mikrobiologi Kathleen Rubins serta anggota kru lainnya mengambil sampel lebih dari 700 permukaan di ISS dan lebih dari 60 perangkat kontrol.
Sebagian besar bakteri yang mereka temukan adalah bakteri yang hidup pada manusia. Hampir tidak ada bakteri yang biasanya ditemukan di tanah dan air di Bumi.
“Sistem kekebalan tubuh Anda memerlukan paparan berbagai mikroba bermanfaat dari tempat-tempat seperti tanah, hewan yang sehat, dan tanaman yang sehat,” kata Knight seperti dikutip dari The New York Post.
“Memahami apakah ada cara untuk mengemas mikroba yang sehat tersebut atau memasoknya ke ekosistem di luar angkasa yang dapat dipelihara oleh astronaut adalah topik penelitian yang sangat menarik saat ini,” imbuhnya.
Rubin juga berpendapat, ada kemungkinan bahwa kondisi kehidupan di ISS berkontribusi terhadap beberapa penyakit kulit.
“Kami tidak punya pancuran di ISS dan hanya bisa menggunakan sedikit air untuk mencuci. Kami memakai pakaian kami selama dua minggu berturut-turut karena kami tidak punya cara untuk mencuci pakaian di luar angkasa,” kata Rubin.
Ia menyebutkan, saat manusia berupaya keras menjelajah luar Bumi, penjelajah luar angkasa harus memahami cara mempromosikan keberagaman mikroba yang sehat.
“Kita mungkin perlu membawa lebih banyak udara luar (di Bumi) ke dalam rumah ini (ISS). Namun, kita harus melakukannya dengan aman agar tidak terjadi pertumbuhan jamur atau hal-hal yang bersifat patogen,” tutupnya.
(rns/rns)