Minggu, Maret 16


Jakarta

Mantan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, dan perantara bernama Sadikin Rusli diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan penerimaan uang senilai USD 2,640 juta atau sebesar Rp 40 miliar terkait kasus proyek BTS 4G Bakti Kominfo. Achsanul menyinggung penghargaan Bintang Mahaputera yang diterimanya dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga menyebut manusia berbuat salah itu wajar.

Mulanya, kuasa hukum Achsanul menanyakan penghargaan apa saja yang diperoleh kliennya tersebut. Pada persidangan yang digelar di PN Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024), Achsanul menyebutkan salah satu penghargaan yang diterimanya yakni penghargaan Bintang Mahaputra dari Jokowi tahun 2019.

“Saudara ini kan beberapa kali menjadi pejabat negara atau penyelenggara negara kan. Adakah penghargaan-penghargaan yang pernah saudara terima dari pemerintah?” tanya kuasa hukum Achsanul.


“Saya rasanya bukan politisi, Pak. Saya ini profesional. Sebelum menjadi politisi saya 20 tahun bergelut di keuangan, perbankan, saya bankir, sampai posisi direktur terakhir. Kemudian saya menjadi badan pekerja PR, menjadi pimpinan di Komisi XI yang membawahi anggaran, keuangan. Kemudian, kalau pada saat saya menjadi bankir saya juga pengusaha mikro sehingga saya mendapat sebagai The Best Muslim Entrepreneur 2004 dari Kementerian Perdagangan dan dari Kementerian Perindustrian The Best Young Entrepreneur itu tahun 2007. Sebenarnya yang paling berharga buat saya karena terkait pekerjaan saya, saya mendapat Bintang Mahaputera dari Presiden Jokowi. Itulah yang 2019 kemarin,” jawab Achsanul.

Berdasarkan catatan detikcom, Achsanul mendapatkan Bintang Jasa Utama dari Jokowi pada 2019.

Kuasa hukum Achsanul lalu bertanya kegiatan yang dilakukan kliennya selain pekerjaan sebagai anggota BPK. Achsanul mengaku mengelola koperasi selama 26 tahun yang anggotanya kini mencapai 11 ribu orang.

“Kemudian di luar penghargaan-penghargaan itu, apa sih kegiatan-kegiatan saudara selain sebagai anggota III BPK yang bisa saudara sampaikan di sini?” tanya kuasa hukum.

“Saya ini social service. Bapak saya kiai dan punya pondok yang ngelola pondok itu ya saya. Saya pengelola koperasi di Petukangan Selatan, penyidik juga udah ngecek, anggotanya 11 ribu orang. Setiap hari Selasa dan Sabtu saya pasti ke koperasi, seharian saya memberikan. Koperasi itu sudah 26 tahun artinya hampir separuh hidup saya, saya gunakan untuk dedikasi saya kepada pengusaha informal, tukang bakso, macam-macam, tukang. Semua di daerah kampung saya pasti menjadi anggota koperasi saya,” jawab Achsanul.

Achsanul mengatakan dirinya juga sebagai guru besar yang mengelola sebuah universitas di Madura. Dia lalu mengatakan manusia berbuat salah itu wajar.

Sebenernya ini yang paling berat mungkin menjadi pertimbangan suatu saat nanti dari Yang Mulia atau temen-temen di Kejaksaan Agung. Saya sebagai guru besar dan sekarang mengelola sebuah universitas di Madura dan ini menjadi concern saya, bagaimana eksistensi dan kredibilitas saya jangan sampai turun gitu ya. Manusia salah itu wajar. Tapi saya membuktikan nanti suatu saat kepada mahasiswa, kepada anggota koperasi saya bahwa ini sesuatu sifat manusia yang, proses hidup yang harus saya lewati. Jadi itulah saya, universitas yang saya bangun, saya langsung ketua yayasannya, saya rintis dari awal,” kata Achsanul.

Lebih lanjut, Achsanul mengatakan dirinya membangun koperasi itu sejak 1988. Dia menyebut ribuan orang telah terbantu dengan kehadiran koperasi di wilayah Petukangan Selatan tersebut.

“Kemudian koperasi yang saya bangun dari tahun 88 sampai sekarang, anggotanya 11 ribu mungkin pak hakim bisa ngecek di situ, ribuan orang terbantu. COVID pun kami masih bisa survive, modal awalnya Rp 15 juta, pesangon saya jadi dirut bank, saat ini sudah Rp 38 miliar. Itu yang sebenernya berat buat saya untuk, selama ini saya ditahan begini, saya hanya bisa oret-oretan, saya kirim lewat yang besuk kepada saya, saya oret, tulis, apa yang harus dilakukan. Dia kirim laporan, tapi kan saya tidak bisa interaksi langsung. Jadi kalau kegiatan saya itu,” imbuhnya.

Sebelumnya, mantan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, didakwa menerima uang senilai USD 2,640 juta atau sebesar Rp 40 miliar terkait kasus proyek BTS 4G Bakti Komindo. Uang tersebut diterima Qosasi agar dia memberikan hasil wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam proyek tersebut.

“Terdakwa Achsanul Qosasi selaku anggota III BPK RI dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yaitu menguntungkan Terdakwa sebesar USD 2.640.000 atau sebesar Rp 40 miliar secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya,” ujar jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/3/2024).

Uang tersebut diterima Qosasi dari mantan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama yang bersumber dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan atas perintah mantan Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif.

Jaksa mengatakan Achsanul Qosasi menyalahgunakan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi.

Atas hal tersebut, Achsanul Qosasi melanggar Pasal 12 huruf e atau kedua Pasal 5 ayat 2 atau ketiga Pasal 11, atau keempat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Simak juga ‘Saat Achsanul Qosasi Tak Ajukan Eksepsi di Kasus Korupsi BTS 4G Kominfo’:

[Gambas:Video 20detik]

(mib/dnu)

Membagikan
Exit mobile version