Jakarta –
Cagub Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil, berdebat sengit dengan cagub Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung, dalam debat ketiga Pilgub Jakarta. Perdebatan RK dan Pramono terkait pemindahan balai kota hingga Ibu Kota Negara (IKN) dibawa-bawa. Perlukah balai kota Jakarta dipindah?
Dirangkum detikTravel, Selasa (19/11/2024) debat pamungkas Pilgub Jakarta digelar di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Minggu (17/11/2024). Ketiga paslon cagub-cawagub, yaitu RK-Suswono, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, dan Pramono-Rano Karno hadir dalam debat itu.
Nah, salah satu debat yang dikemukakan adalah gagasan RK soal pemindahan balai kota. RK mencetuskan gagasan memindahkan Balai Kota Jakarta ke wilayah Jakarta Utara setelah kawasan central business district (CBD) baru direncanakan akan dibangun di Ancol. Dalam rancangannya, Jakarta Pusat difokuskan untuk sektor ekonomi pariwisata, kuliner, dan hospitality.
Selain itu, ia berencana membangun CBD baru di berbagai titik, seperti Meruya untuk Jakarta Barat. Salah satu tujuannya adalah mengurangi kemacetan akibat mobilisasi pekerja yang terpusat di satu kawasan.
Diungkap Lagi oleh Pramono
Dalam debat itu, Pramono menanyakan kepada RK soal ‘pindah balaikota imajinasi’. Awalnya, Pramono melempar pertanyaan untuk RK terkait wacana pemindahan Balai Kota Jakarta. Pramono menyinggung mengenai imajinasi.
“Pasangan nomor 1 sempat menyampaikan bahwa sebagai Gubernur Jawa Barat akan memindahkan pusat pemerintahan dari Gedung Sate di Bandung ke Tegalluar tapi tidak jadi,” kata Pramono.
Kemudian, Pramono bertanya mengenai keseriusan pemindahan Balai Kota Jakarta ke Jakarta Utara. Menurut Pramono banyak gedung-gedung yang menjadi kewenangan Pemprov Jakarta di pusat kota.
“Untuk itu kami ingin menanyakan apakah ini serius untuk mau dipindahkan, karena Jakarta bukan ibu kota lagi, di pusat pemerintahan balai kota banyak sekali gedung-gedung yang akan menjadi kewenangan pemerintahan Jakarta. Untuk itu apakah perlu dipindahkan? Apakah ini juga bagian dari imajinasi yang dihadirkan pasangan nomor 1,” kata Pramono.
Gedung Balai Kota Jakarta
Gedung Balai Kota Jakarta berada di Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 8. Bangunan itu merupakan bangunan lawas dan berdiri sejak abad ke-19. Di teras, terdapat pilar-pilar besar dan secara keseluruhan gedung itu berwarna putih.
Dulu, Gedung Balai Kota Jakarta itu merupakan rumah dinas burgemeester (wali kota) sekaligus kantor pemerintahan. Setelah terjadi pemekaran kota Batavia ke arah selatan, kantor pemerintahan juga ikut berpindah.
Balai Kota (Stadhuis) yang semula berada di Batavia Lama berpindah ke Tanah Abang pada 1913, kemudian ke Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 8-9 pada 1919.
Nah, kantor gedung balai kota yang sekarang menjadi kantor Gubernur DKI Jakarta itu merupakan kantor dan kediaman Residen van West Java.
Rumah Residen van West Java adalah perpaduan gaya klasisisme dengan unsur gaya pesisir. Itu ditandai dengan atap rendah sebagai pelindung dari sinar matahari dan hujan, serta teritisan lebar di bagian samping yang ditopang tiang besi berukir ragam hias sulur-suluran.
Rumah itu terdiri atas rumah induk (sekarang kantor gubernur), diapit bangunan samping. Ruang-ruangnya disusun secara simetris. Di belakang tiga pintu di serambi muka ada ruang tamu luas. Di sampingnya ada dua ruang kerja.
Di bagian belakang terdapat serambi yang luas dengan dua kamar tidur besar di kanan dan kirinya. Di belakang rumah pernah terbentang taman yang luas untuk pesta.
Gubernur pertama yang berkantor di sana adalah Ali Sadikin. Para Gubernur Jakarta berikutnya, kecuali Fauzi Bowo, juga menempati rumah tersebut.
(fem/fem)