Minggu, Oktober 6


Denpasar

Walhi Bali menemukan dua indikasi pelanggaran yang dilakukan hotel-hotel di Bali selama proses pembangunan. Mereka pun menekankan pentingnya mematuhi Amdal.

Dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan di tengah maraknya pembangunan akomodasi pariwisata, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) menjadi salah satu syarat utama yang harus dipenuhi oleh para pengembang.

Pulau Bali, yang dikenal dengan keindahan alam dan budayanya, sedang menghadapi tantangan besar. Pembangunan hotel, villa, dan resort yang pesat seringkali dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan.


Made Krisna Dinata, Direktur Walhi Bali menjelaskan salah satu syarat pembangunan akomodasi, tentu membutuhkan izin dari instansi terkait. Salah satu prosedurnya adalah memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Kalau untuk pembangunan yang dilakukan, pastinya harus memiliki izin yang diperoleh dari instansi terkait. Ada prosedurnya, yaitu AMDAL atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup,” ujar Krisna.

Dalam prosedur pembuatan AMDAL, terdiri dari RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup). Instansi yang berhak mengeluarkan adalah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten atau Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi.

“Instansi itu berhak atau berwenang memberikan izin bagi siapapun yang ingin melakukan pembangunan, dengan kriteria tertentu itu wajib memenuhi perizinan dan memiliki dokumen-dokumen lingkungan,” jelas Krisna.

Walhi Bali juga menjadi bagian dari komisi penilai AMDAL. Hal ini membuat Krisna dan tim kerap diundang untuk menilai kelayakan AMDAL dalam pembangunan akomodasi di Provinsi Bali.

Selama menjadi komisi penilai AMDAL, Walhi Bali menemukan dua indikasi infrastruktur pariwisata yang tak sesuai aturan. Pertama adalah Hotel Holiday Inn Resort Bali, Canggu yang memiliki luas sekitar 12.000 meter persegi.

Dalam prosesnya, Krisna menuturkan bahwa Hotel Holiday Inn Resort Bali sudah berdiri dan melakukan pemasaran, sedangkan dokumen lingkungan belum dimiliki.

Dalam proses penilaian lingkungan, pembahasan dampak lingkungan terhadap adanya infrastruktur seharusnya dilakukan sebelum proses pembangunan dilakukan.

“Hotel Holiday Inn Resort Bali ini sudah berdiri dan sudah dipasarkan dalam website resmi. Padahal investor/pengusaha tidak boleh melakukan tindakan apapun sebelum memiliki dokumen lingkungan. Dalam proses penilaian lingkungan akan dibahas bagaimana dampak apabila adanya hotel tersebut,” tutur Krisna.

“Nah bagaimana ceritanya infrastruktur sudah ada tapi baru kita nilai, itu terlihat seperti formalitas saja. Dari sana kita protes,” imbuhnya.

Walhi Bali juga menemukan kasus kedua, di Hotel Magnum, Sanur. Menurut Krisna, pembangunan hotel telah dilakukan hingga setengah konstruksi.

Sedangkan seharusnya sebelum mendapatkan persetujuan lingkungan hidup dan dokumen AMDAL dinyatakan layak, pengusaha tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun.

“Hotel Magnum ini, hotel sudah setengah konstruksi. Padahal seperti yang saya katakan, sebelum hotel mendapatkan dokumen lingkungan hidup atau AMDAL dikatakan layak, tidak boleh melakukan pembangunan. Inikan sudah tidak sesuai aturan,” ujar Krisna.

“Apalagi Hotel Magnum ini didirikan di Sanur, yang terkonfirmasi ekosistem alami penyedia air dan status eksplorasi air tanahnya itu sangat-sangat minim. Jika dilihat berdasarkan data, di sana sudah defisit air, padahal hotel menjadi salah satu infrastruktur yang rakus air,” imbuh Krisna.

Krisna menuturkan bahwa dalam beberapa kasus ini, proses AMDAL mestinya diperketat dan instansi terkait bisa berlaku tegas untuk tidak menerbitkan persetujuan lingkungan bagi pembangunan yang merusak alam dan lingkungan hidup.

Simak Video “Penampakan Spanduk Raksasa ‘Darurat Lingkungan Hidup’ di Flyover Bandung
[Gambas:Video 20detik]
(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version