Rabu, Januari 8


Jakarta

Seorang wanita disabilitas diminta meninggalkan hotel setelah tidak bisa membayar pajak tambahan. Dia mencoba menggunakan uang tunai, namun staf menolaknya. Bahkan, staf hotel tak mencoba membantunya.

Melansir Manchester Evening News, Minggu (5/1/2024) Margaret Jones tiba di Manchester pada Kamis (2/1/2025) malam untuk menginap semalam di Britannia Hotel yang terletak di Portland Street. Setelah perjalanan panjang dari rumahnya di Lincolnshire, ia tiba di hotel sekitar pukul 21.00 waktu setempat.

Setelah melakukan check-in, Margaret, seorang disabilitas mobilitas dan memiliki gangguan ingatan, diberitahu oleh staf hotel bahwa ia perlu membayar pajak turis sebesar 1,20 pound sterling (Rp 23 ribu), selain biaya menginap.


Karena mengalami gangguan ingatan sehingga sering lupa nomor PIN kartu debut atau pun kreditnya, Margaret biasanya membayar dengan uang tunai.

Margaret yang menggunakan alat bantu mobilitas, berniat membayar pajak turis tersebut dengan uang tunai sebesar 1,50 pound (Rp 29 ribu). Namun, ia mengklaim bahwa staf hotel menolaknya dan mengatakan mereka hanya menerima pembayaran dengan kartu.

Permintaan uang tambahan dari staf hotel itu membuatnya tertekan sampai-sampai dia mengalami serangan panik

Margaret tidak mengetahui bahwa Manchester mulai memberlakukan pajak kota tersebut pada April 2023. Meski telah menjelaskan kondisi mentalnya, staf hotel tampak tidak mendengarkan penjelasan Margaret.

Ketika menjelaskan keinginannya untuk membayar dengan uang tunai, staf hotel tampaknya tidak mau mencari solusi lain dan bahkan menyarankan agar Margaret meninggalkan hotel jika ia tidak bisa membayar dengan kartu.

Margaret mencoba menggunakan salah satu kartu yang dimilikinya, namun staf meminta nomor PIN yang membuatnya semakin cemas. Mereka akhirnya mengusir Margaret dari hotel dan menyatakan bahwa ia tidak dapat menginap jika tidak bisa membayar dengan kartu.

“Saya tidak suka menggunakan kartu, biasanya saya selalu membawa uang tunai,” kata Margaret.

“Saya enggan menggunakan kartu karena saya tidak ingat nomor PIN saya. Saya lebih tahu di mana saya menyimpan uang tunai, semua kartu saya terlihat sama hingga saya sering lupa kartu mana yang akan saya gunakan,” wanita 63 tahun itu menambahkan.

Margaret terlantar di udara dingin dengan sangat ketakutan dan bingung. Setelah berdiri di luar hotel selama sekitar 15 menit, seorang temannya menawarkan untuk membayar biaya tersebut melalui internet atau telepon, namun tawaran tersebut juga ditolak oleh staf hotel yang sepertinya tidak peduli.

Margaret mengatakan staf hotel menyatakan bahwa sudah terlalu malam untuk menggunakan internet atau telepon untuk menyelesaikan pembayaran. Dan mereka menolak semua alternatif yang dia tawarkan.

Akhirnya, Margaret berhasil menemukan kartu yang dapat digunakan untuk pembayaran online tanpa perlu memasukkan nomor PIN. Dengan menggunakan kartu tersebut, ia dapat membayar biaya 1,20 pound sterling dan akhirnya dapat mengakses kamarnya untuk bermalam.

Meski berhasil, Margaret merasa cemas dan malu dengan kejadian tersebut. Ia merasa bahwa uang tunai adalah alat pembayaran yang sah dan merasa diperlakukan tidak adil.

“Saya tidak keberatan membayar pajak sebesar 1,20 pound, tetapi ketika saya sudah membayar kamar dan diberitahu bahwa saya tidak dapat tinggal di sana dan ditolak karena kedinginan, saya pikir sesuatu ada yang salah dengan hal itu,” kata dia.

Margaret mengungkapkan keprihatinannya tentang perlakuan terhadap penyandang disabilitas, mengingat dia memiliki masalah mobilitas. Ia merasa bahwa hotel tidak siap untuk melayani tamu dengan kebutuhan khusus.

Ia juga menambahkan bahwa kejadian tersebut menunjukkan ketidaksiapan hotel dalam menangani tamu yang membutuhkan perhatian lebih.

(upd/fem)

Membagikan
Exit mobile version