![](https://i0.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2025/02/08/pencairan-es-di-alaska_169.webp?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jakarta –
Citra satelit baru dari NASA mengungkap laju pemanasan global yang tajam di Alaska, Amerika Serikat. Salju tahun lalu menghilang dan meninggalkan tanah kosong yang luas.
Citra yang diambil instrumen Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) di satelit Terra dan Aqua milik NASA, memperlihatkan Bristol Bay Borough di Alaska, punya kedalaman salju rata-rata bulan Januari sebesar 33 sentimeter antara tahun 1998 dan 2025.
Namun tahun ini, hampir tidak ada salju di tanah. Dikutip detikINET dari Live Science, yang tertinggal adalah petak-petak tanah besar yang terlihat dari luar angkasa.
“Sejak Desember 2024, suhu di seluruh negara bagian mencapai 3 hingga 6 derajat Celsius di atas normal, menurut NOAA, dan daerah-daerah terpencil telah mengalami anomali yang lebih besar,” tulis NASA Earth Observatory. Suhu hangat menyebabkan salju dan es yang ada mencair.
Seiring meningkatnya suhu di planet ini, wilayah Arktik seperti Alaska mengalami laju pemanasan dramatis. Suhu meningkat hingga empat kali lebih cepat dari wilayah lain di dunia. Alasannya dua, pertama, kondisi cuaca tidak biasa di Pasifik Utara memicu gelombang panas laut di Amerika Utara musim dingin ini.
Kedua, perubahan iklim semakin menggerogoti es laut di wilayah tersebut, yang berfungsi sebagai perisai pelindung yang memantulkan sinar Matahari kembali ke luar angkasa. Namun fenomena ini, dikenal sebagai efek albedo, sekarang bekerja terbalik. Mencairnya es laut menyingkapkan perairan lebih gelap yang justru menyerap lebih banyak sinar Matahari.
Berarti saat Bumi menghangat, wilayah Arktik berubah dari lemari es planet jadi radiator. Ini menyebabkan lapisan salju Alaska yang terkumpul di musim dingin dan mencair di musim semi, menyusut. Model iklim memperkirakan pertengahan abad ini, pengurangan lapisan salju yang dramatis akan mengancam gletser di sana dan membawa badai lebih kuat.
(fyk/fyk)