Sabtu, November 23

Jakarta

Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menyebut vaksinasi mpox atau cacar monyet nantinya hanya diprioritaskan untuk kelompok berisiko tinggi. Kebijakan ini sesuai dengan dengan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Kelompok berisiko tinggi tersebut antara lain mencakup LSL (Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki) atau pasangan seks multiple, dan individu yang kontak dengan pasien mpox dalam dua minggu terakhir.

Strategi ini berbeda dengan vaksinasi yang dilakukan pada COVID-19, ketika vaksinasi dilakukan secara massal dan serentak. Apa yang membedakan, sementara baik mpox maupun COVID-19 pada masanya sama-sama dinyatakan sebagai public health emergency of international concern (PHEIC)?


Guru Besar Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof dr Amin Soebandrio, PhD, SpMK menjelaskan, strategi yang diterapkan memang berbeda karena penularan kedua penyakit ini tidak sama.

“COVID-19 lebih cepat penularannya, utamanya melalui udara. Sedangkan mpox ditularkan melalui kontak atau hubungan seksual. Walaupun dapat pula ditularkan melalui droplet jarak pendek,” ujar Prof Amin saat dihubungi detikcom, Sabtu (31/8/2024).

Selain itu, Prof Amin menambahkan, sebagian besar populasi manusia sudah memiliki kekebalan pada virus mpox, sehingga tidak memerlukan lagi vaksin. Riwayat vaksinasi cacar atau infeksi cacar merupakan salah satu penyebab terbentuknya imunitas pada sebagian kalangan.

“Vaksinasi cacar air dapat mencegah 85 persen penularan, setidaknya dapat mengurangi beratnya penyakit karena MPOX. Saat ini, vaksinasi MPOX diutamakan bagi mereka yang berisiko tinggi,” sambungnya.

NEXT: Menkes Pastikan Stok Vaksin Aman

Membagikan
Exit mobile version