Sabtu, September 28


Jakarta

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 203 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tingkat literasi dan inklusi perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi menjelaskan berdasarkan survei tersebut, tercatat tingkat inklusi pada perempuan mencapai 76,08% sementara untuk laki-laki mencapai 73,97%. Sedangkan untuk tingkat literasi, pada perempuan mencapai 66,75% dan pada laki-laki mencapai 64,14%.

“Ini yang menarik sekali karena selama berapa tahun kita geber terus program untuk perempuan dan untuk pertama kali tingkat literasi dan inklusi perempuan lebih tinggi daripada bapak-bapaknya. Tapi itu memunculkan baru, karena kemudian muncul permintaan untuk program khusus bapak-bapak,” kata wanita yang akrab Kiki ini, dalam acara Edukasi Keuangan BUNDAKU OJK di Gedung Dhanapala, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).


OJK telah mendorong pelaksanaan berbagai program literasi dan inklusi yang menyasar perempuan, khususnya ibu. Salah satunya ialah program BUNDAKU (Ibu, Anak, dan Keluarga Cakap Keuangan). Menurutnya, ibu memiliki peran penting dalam mendorong edukasi keuangan di tingkat keluarga.

Kiki menilai, program ini sangat penting, apalagi dengan mengingat berbagai tantangan yang datang di era digital saat ini. Melalui langkah ini, harapannya ibu dan keluarga bisa terhindar dari aktivitas ilegal seperti pinjaman online (pinjol) ilegal, investasi bodong, hingga judi online.

“Program ini untuk jawab tantangan yang sering dihadapi oleh masyarakat kita karena banyak sekali, terutama kaum ibu, yang kemudian kurang memahami produk jasa keuangan dan belum bisa memanfaatkan produk jasa keuangan dengan baik. Akhirnya, malah menjadi korban berbagai skema aktivitas ilegal baik itu pinjol ilegal, investasi ilegal dan berbagai aktivitas ilegal lainnya sehingga sangat merugikan masyarakat kita,” ujarnya.

Senada, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memandang, penting untuk memperkuat literasi dan inklusi keuangan di masyarakat, termasuk ibu. Apalagi mengingat digitalisasi sektor jasa keuangan telah melahirkan pula dampak yang merugikan seperti pinjol ilegal hingga judi online.

“Kita sering mendengar adanya korban pinjaman online ilegal, investasi bodong, dan belakangan kita dengar juga bagaimana pengaruh dari judi online dan lain-lain. Ini adalah kalau mau dikatakan ‘anak haram’ lah dari digital keuangan,” kata Mahendra.

Berdasarkan catatan angka penyaluran kredit hingga pembiayaan UMKM, lanjut Mahendra, tingkat kepatuhannya dan pengembaliannya jauh lebih tinggi apabila hal itu diberikan pada perempuan. Menurutnya, memberikan akses literasi dan inklusi kepada perempuan berarti juga menambah daya tahan resiliensi anggota keluarganya dan hal ini harus menjadi prioritas.

“Basis itu antara lain yang terpenting adalah ibu. Ini merupakan tambahan, manfaat, kegunaan dan multiplayer efek, apabila dilakukan perkuatan kepada literasi dan inklusi dari ibu. Sehingga, daya tahannya semua terjadi kepada seluruh keluarga disamping juga tadi kepatuhannya untuk melakukan pengembalian pembiayaan maupun kredit yang dilakukan” ujarnya.

Mahendra menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk mendukung secara penuh seluruh program yang terkait dengan literasi keuangan. Melalui program BUNDAKU, pihaknya secara khusus mendorong ibu, anak, dan keluarga cakap keuangan. Hal ini sebagai basis untuk melebarkan gerakan secara masif untuk meningkatkan literasi bagi seluruh bangsa dan negara.

“Karena memang potensi yang ada di Indonesia berkaitan dengan sektor jasa keuangan masih bisa dikatakan potensi dari suatu yang istilahnya gelas setengah penuh. Setengah lainnya masih kosong dan banyak yang bisa dioptimalkan di situ kalau itu diberikan,” ujar dia.

(shc/kil)

Membagikan
Exit mobile version