Jumat, Juni 28


Jakarta

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mewanti-wanti risiko di balik suhu global semakin panas. Mengutip laporan Organisasi Meteorologi Dunia, Dwikorita menyebut suhu permukaan global meningkat dengan rata-rata tahunan mencapai 1,45 derajat Celcius di 2023.

Padahal di 2020 lalu, laporan WMO menunjukkan kenaikan rata-rata suhu global adalah 1,2 derajat celcius. Menurutnya, hal ini menandakan hanya dalam beberapa tahun, peningkatan suhu permukaan relatif signifikan.

Dwikorita menegaskan peningkatan suhu global tidak bisa dianggap sepele. Bukan hanya berdampak pada suhu bumi semakin panas, efek bencana, kesehatan, hingga kualitas udara juga berpengaruh.


“Tidak hanya berdampak pada suhu bumi yang makin panas, kondisi tersebut juga meningkatkan frekuensi bencana hidrometeorologi, kekeringan, buruknya kualitas udara, kebakaran hutan dan lahan, gelombang panas, risiko kesehatan, penurunan kualitas hidup, hingga ancaman kelangsungan hidup spesies di bumi,” terangnya dalam keterangan tertulis, dikutip detikcom Jumat (21/6/2024).

Situasi tersebut, lanjut Dwikorita, pada akhirnya tentu akan menganggu stabilitas perekonomian dan politik dunia.

Dwikorita menyampaikan bahwa Indonesia tengah meningkatkan jaringan pengamatan kebumian baik di laut maupun darat. Hal tersebut juga diiringi dengan peningkatan kapasitas pemrosesan data dan peningkatan penyebaran informasi kepada publik dan sektor pengguna.

“Salah satu fokus pengamatan kami (Indonesia-red) terhadap dampak perubahan iklim adalah laut. Hal ini karena kunci dari perubahan iklim adalah laut, yang juga berinteraksi dengan atmosfer. Ini adalah upaya kami untuk memperkuat kapasitas prakiraan, prediksi ataupun proyeksi. Jadi ketika kita berbicara tentang dampak perubahan iklim, kita tidak bisa mengabaikan integrasi pengamatan laut dan atmosfer, mulai dari pemrosesan data, analisis, prediksi, dan proyeksinya, hingga penyebarluasan hasil analisis, atau informasi untuk berbagai kepentingan layanan, ” paparnya.

Dwikorita berharap The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) menjadikan pengamatan sistematis untuk fenomena kebumian sebagai dasar negosiasi dan pengambilan kebijakan, guna mendukung negara-negara di dunia untuk mengambil tindakan sistematis dalam mengatasi perubahan iklim. Hal ini karena kebijakan yang dibuat tanpa mempertimbangkan pengamatan sistematis fenomena kebumian bisa menjadi sesuatu yang salah atau menyesatkan.

(naf/kna)

Membagikan
Exit mobile version