Banyuwangi –
Menghasilkan lobster berkualitas dengan standar ekspor bukan perkara mudah. Hal ini disampaikan Suwardi alias Ayung, pemilik pusat budi daya lobster bernama Kampung Lobster di Desa Bangsring, Banyuwangi dalam acara Jelajah Gizi 2024 (6/10/2024).
Ayung mengatakan budi daya lobster tidaklah mudah. Ia mengungkap tantangan dan kendala yang dihadapinya selama ini. Berikut penuturannya:
1. Pakan lobster harus segar
Lobster harus terjamin pakannya. Pilihannya berupa kerang kurma, kerang manis, kerang hijau besar, atau keong sawah.
Semua pakan ini harus dalam kondisi hidup agar dinikmati fresh oleh lobster. Jika pakannya tidak segar, maka kualitas lobster akan berisiko buruk nantinya karena mengandung bakteri.
2. Pemberian pakan tergantung arus
Foto: detikfood
|
Budi daya lobester di Kampung Lobster dilakukan di laut dengan kedalaman 15-20 meter. Menurut Ayung, pemberian pakan lobster harus melibatkan penyelam handal yang turun ke dasar laut untuk memberi pakan 1 kali sehari.
Jamnya tidak bisa ditentukan sembarangan karena tergantung arus air laut. Jika arusnya tenang barulah penyelam bisa turun. Biasanya rentang waktunya antara pukul 10 pagi sampai 2-3 sore.
3. Pertumbuhan lobster lama
Ayung mengungkap alasan utama harga lobster mahal adalah karena pertumbuhannya lama, bisa sampai 1 tahun. Misalnya di Kampung Lobster, perjalanan dari benih lobster seberat 30 gram sampai 165 gram memakan waktu setahun.
Setelah itu baru bisa diekspor, seperti yang dilakukan di Kampung Lobster, sampai ke China dan Taiwan. Namun jumlah ekspornya juga tidak bisa ditentukan karena tergantung dari perkembangan lobster.
4. Perkembangan lobster tidak merata
|
Tantangan lain dari budi daya lobster menurut Ayung adalah perkembangannya tidak merata meski sama-sama dibesarkan dalam rentang waktu yang sama.
“Misalkan kita taruh 50-100 ekor lobster, kemungkinan yang bisa dipanen itu paling 70%. Sisanya bunuh-bunuhan karena dia (lobster) rebutan makanan,” jelas Ayung.
5. Harga bisa berubah-ubah
Di Kampung Lobster, mereka membudi dayakan lobster pasir dan mutiara. Menurut Ayung, keduanya punya rasa yang relatif mirip, hanya saja ukuran lobster mutiara bisa sangat besar sampai 4 kilogram.
Dulu lobster mutiara harganya lebih mahal, tapi kini lobster pasir yang jadi primadona. Hal ini karena lobster pasir lebih tahan hidup dibanding lobster mutiara yang unggul dari segi bobot.
Saat ini harga lobster sedang mahal. Untuk pengambilan lokal berkisar Rp 300-400 ribu per kilogram.
(adr/odi)