Senin, Januari 27


Jakarta

Ratna Galih turut terbawa namanya usai perusahaan suaminya, Muhammad Sawkani yang menghadapi permasalahan utang. Masalah ini sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya.

Pemain film Merantau ini mengaku heran kenapa masalah ini terus dipermasalahkan. Padahal permasalahan ini sudah lama dan selesai.

“Ini bukan kasus baru sebenarnya. Dibawa santai sajalah toh ini bukan perkara baru. Ini udah perkara lama sidangnya pun sudah bukan 1 atau 3 kali, ini tuh sudah sidang keempat. Sidang 1, 2, 3, tuntutan itu ditolak kan, ya maksudnya kita dimenangkan karena ini bukan tuntutan sederhana,” kata Ratna Galih ditemui di Jalan Kapten P Tendean, Jakarta Selatan, kemarin.


Ratna Galih juga bingung kenapa ada keputusan yang berbeda. Dalam SIPP PN Surabaya ada 4 perkara perusahaan suaminya sejak Juli 2023.

“Entah kenapa yang keempat ini, padahal di pengadilan yang sama, sama-sama di Surabaya, tapi mereka dimenangkan. Ya mungkin aku juga sama-sama bertanya. Aku juga bertanya kok bisa kayak gitu? Daripada tanya aku yang sama-sama nggak tahu mending tanya yang mengeluarkan putusan karena pasti mengacunya ke sana,” ucapnya sambil tersenyum.

Ratna Galih menyebut adanya masalah ini membuat dirinya dan suami sama-sama tidak enak.

“Kalau dibilang gerah, nggak ya. Ya sudah ya namanya juga risiko pekerjaan. Walaupun aku juga udah bukan di entertainment ya, pensiunan. Cuma itu sudah sebuah risiko pekerjaan yang udah dari lama,” tutur Ratna Galih.

“Aku sama suami jadi nggak enak, suami ke aku juga nggak enak. Aku, ‘Aduh maaf ya, mungkin gara-gara pekerjaan aku jadi orang menggoreng-goreng beritanya’. Suami aku juga ke aku jadi nggak enak, ‘Maaf ya ini kayak…,’, dia juga nggak tahu. Maksud aku yang aku baca itu kan perusahaan, bukan pribadi. Kita sama-sama nggak tahu, jadi sama-sama nggak enak. Semoga ini semua jadi perekat rumah tangga kita aja sih,” harap ibu lima anak itu.

Dilihat dari pemberitaan Insertlive pada (20/1/2025), dituliskan berdasarkan dokumen pengadilan, perusahaan milik suami Ratna Galih itu menunggak pembayaran kepada beberapa kreditur, termasuk salah satu bank swasta. PT ATS mendapat kredit dari salah satu bank swasta dengan total Rp 82,3 miliar. Sudah ada upaya pelelangan berbagai aset, termasuk dua bidang tanah dan menghasilkan Rp 3,4 miliar.

Catatan utang juga ada di pihak lain dan memiliki kewajiban sebesar USD 49,9 ribu kepada produsen alat berat dan utang kepada dua pemilik lahan di Kalimantan Selatan senilai Rp 3,6 miliar.

Sementara dilihat dari SIPP Pengadilan Negeri Surabaya, 5 Desember 2024, Pengadilan Negeri Surabaya memberikan keputusan perusahaan tambang milik Muhammad Sawkani, PT Anugerah Tujuh Sejati (ATS) harus restrukturisasi utang atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Perkara ini teregister dalam nomor 38/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN Niaga Sby.

Pengadilan Negeri Surabaya menetapkan status PKPU Sementara. “Menetapkan Termohon PKPU I, PT Anugerah Tujuh Sejati dan Termohon PKPU II, Sawkani, dalam keadaan Penundaan Kewajiban Utang Sementara (PKPUS) selama 44 hari,” bunyi putusan pengadilan, sebagaimana dikutip dari SIPP PN Surabaya dilihat detikcom pada, Sabtu (25/1/2025).

(wes/dar)

Membagikan
Exit mobile version