Jumat, Oktober 11


Jakarta

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menunjuk politikus Gerindra Simon Aloysius Mantiri sebagai Komisaris Utama baru PT Pertamina (Persero) dan anggota Dewan Pembina Gerindra Fuad Bawazier sebagai Komisaris Utama MIND ID.

Staff Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan setiap penunjukan dewan komisaris perusahaan pelat merah seperti Pertamina dan Pupuk Sriwidjaja dilakukan setelah melalui berbagai macam proses seleksi hingga fit and proper test.

Karenanya masyarakat tidak perlu merasa khawatir jika penunjukan ini memiliki tujuan lain seperti bagi-bagi jabatan politik atau kepentingan internal lainnya.


“Pertama, kita (Kementerian BUMN) mengangkat Komisaris itu yang kompeten, dan pastinya sudah ada proses fit and proper test, semua itu ada prosesnya, dicarikan (sesuai) kebutuhannya. Berbagai latar belakang kita ambil, jadi semuanya pasti oke lah,” kata Arya kepada wartawan di Kantor Kementerian BUMN, Rabu (12/6/2024).

“Namanya BUMN, itu kan perusahaannya milik pemerintah. Maka wajar kalau misalnya kita cari dari berbagai latar belakang, dan latar belakang politik tidak menjadi larangan. Nggak ada larangan lho,” ucapnya.

Bahkan menurutnya, sering kali jabatan politik ini bisa sangat berpengaruh terhadap nasib BUMN yang dipimpinnya ke depan. Sebab pada akhirnya, setiap arah kebijakan dan keputusan besar di BUMN memerlukan persetujuan dari DPR RI terlebih dahulu.

Baik itu keputusan untuk membentuk holding BUMN sektor tertentu, keputusan untuk merger atau pembubaran, sampai keputusan untuk melantai di bursa saham (IPO) dan penyertaan modal dari negara (PMN) harus mendapat persetujuan dari DPR.

Karenanya ia tidak bisa memungkiri adanya unsur politik di perusahaan-perusahaan pelat merah. Termasuk juga di antaranya Pertamina dan Pupuk Sriwidjaja yang kini dipimpin orang-orang dari partai Gerindra.

“BUMN ini juga butuh dukungan politik, berbeda dengan perusahaan swasta. Kebijakan, keputusan-keputusan besar di BUMN itu harus disetujui DPR loh. Mau merger, DPR, mau holding, DPR, mau IPO, DPR, mau dibubarkan, DPR, mau dapat PMN, penugasan, DPR. Jadi banyak kebijakan di BUMN itu berhubungan sama politik, beda dengan swasta,” jelasnya.

“Jadi kalau ada yang mengatakan nggak boleh ada unsur politik, itu swasta. BUMN kebijakan-kebijakannya banyak diputuskan di DPR,” tegas Arya.

Namun di luar itu Arya juga sepakat bahwa yang terpenting dalam setiap penunjukan Komisaris BUMN ini, haruslah mereka yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan masing-masing perusahaan.

“Jadi jangan samakan dengan swasta. Jangan samakan. Tapi kita cari juga dong orang politiknya memang paham dan mengerti untuk hal-hal yang kita butuhkan,” pungkasnya.

(fdl/fdl)

Membagikan
Exit mobile version