Senin, Maret 3

Jakarta

China merilis rincian pertama dari rencana barunya yang ambisius untuk mengembangkan fasilitas penelitian laut dalam. Negara ini akan membangun Stasiun Dasar Laut yang terletak pada kedalaman sekitar 1.828 meter di bawah permukaan Laut China Selatan.

Dikutip dari South China Morning Post, fasilitas tersebut diharapkan selesai dibangun pada 2030 dengan kemampuan menampung hingga enam ilmuwan sekaligus yang akan menghuni stasiun hingga satu bulan pada suatu waktu.

Jika Stasiun Luar Angkasa Tiangong punya misi mengeksplorasi luar angkasa, Stasiun Dasar Laut punya misi serupa yakni mengeksplorasi laut dalam. Dengan demikian, China akan bisa ‘menguasai’ antariksa dan laut.


Fokus utama fasilitas tersebut adalah studi ekosistem ‘cold seep’ di area tersebut. Ini adalah lingkungan unik yang sebelumnya telah ditemukan penuh dengan kehidupan serta menjadi rumah bagi endapan besar hidrat metana, sumber daya yang diperuntukkan sebagai sumber energi potensial.

Para peneliti dari South China Sea Institute of Oceanology, Chinese Academy of Sciences, telah mengungkapkan serangkaian detail tentang proyek baru yang ambisius tersebut.

Fasilitas ini akan dilengkapi dengan sistem pendukung kehidupan canggih yang memungkinkan para ilmuwan beroperasi di kedalamannya selama misi satu bulan, menjadi tuan rumah jaringan pemantauan permanen untuk mengamati tingkat metana, perubahan ekologi, dan aktivitas tektonik, dan berkolaborasi dengan jaringan kapal selam tak berawak, kapal, dan observatorium dasar laut yang akan bekerja sama untuk membangun sistem pemantauan ‘empat dimensi’.

Di sisi lain, proyek pembangunan fasilitas laut dalam ini menimbulkan daftar panjang kontroversi, yang terutama adalah sengketa wilayah yang sudah berlangsung lama, meliputi wilayah yang luas di Laut China Selatan.Pengumuman proyek ini menyusul laporan bahwa Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan mendeteksi 62 pesawat militer China di dekat wilayah pulau tersebut minggu lalu.

Taiwan adalah salah satu dari sejumlah negara, bersama Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei yang menolak klaim kedaulatan China dan masing-masing mengklaim sebagian Laut China Selatan.

Area ini adalah wilayah dengan sumber daya yang sangat dicari. Secara khusus, wilayah bawah laut ini kaya akan cadangan hidrat metana, yang diperkirakan mencapai 70 miliar ton, kira-kira setara dengan setengah dari cadangan minyak dan gas China saat ini.

Hidrat metana digambarkan sebagai padatan metana dan air yang menyerupai es, yang memiliki potensi signifikan sebagai sumber daya energi yang belum dimanfaatkan. Selain itu ada cadangan besar endapan mineral berharga, termasuk kobalt dan nikel, yang diyakini tersimpan di wilayah tersebut.

Fasilitas penelitian laut dalam di wilayah itu tentu akan memperkuat posisi China di Laut China Selatan. Rincian rencana tersebut diungkapkan kepada South China Morning Post oleh peneliti Yin Jianping dari South China Sea Institute of Oceanology, Chinese Academy of Sciences.

Pengumuman ini juga membuat persaingan China dengan Amerika Serikat (AS) makin sengit, karena muncul dua tahun setelah perincian awal misi yang dipimpin AS untuk membangun stasiun bawah laut di lepas pantai pulau Karibia Curacao. Sama seperti China, rencana pembangunan stasiun dasar laut AS juga memiliki fungsi sebagai ‘habitat bawah laut’ tempat para ilmuwan, inovator, warga negara, Dan sektor publik global dapat hidup di bawah air untuk mempelajari lingkungan laut dalam jangka waktu yang lama.

Proyek tersebut saat ini sedang dikembangkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan Proteus Ocean Group, sebuah organisasi eksplorasi kelautan yang didirikan oleh Fabien Cousteau dengan ambisi yang lebih luas untuk menciptakan jaringan habitat bawah laut internasional untuk memajukan kolaborasi dalam penelitian ilmiah kelautan.

Misi global tersebut meraih prestasi baru pada akhir bulan lalu saat menandatangani kemitraan dengan Mirpuri Foundation untuk menjajaki peluang peluncuran Smart Ocean Tech Platform di Portugal melalui kerja sama yang mencakup proyek ilmiah, lingkungan, dan teknologi bersama yang berfokus pada mitigasi perubahan iklim, polusi dan konservasi laut, penceritaan laut, serta pengelolaan laut berkelanjutan.

(rns/agt)

Membagikan
Exit mobile version