Minggu, Maret 9

Jakarta

China mengklaim 1 juta ton thorium yang mereka temukan di kompleks pertambangan Bayan Obo di Mongolia Dalam, daerah otonom di China utara, sanggup memberikan sumber energi hingga 60 ribu tahun, bahkan nyaris menjadi ‘sumber energi abadi’ bagi negaranya.

Mengutip dari How Stuff Works, jumlah thorium di Bumi hampir sama dengan timah dan lebih banyak daripada uranium. Unsur ini juga tersebar luas, dengan konsentrasi tertentu di India, Turki, Brasil, Amerika Serikat, dan Mesir.

Apakah tanah Indonesia tidak punya kandungan thorium? Ada! Indonesia juga kaya akan sumber energi ‘tak terbatas’ tersebut. Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) aktif melakukan penelitian dan pengembangan untuk melihat kelebihan thorium, potensi, serta tantangannya.


“Thorium memiliki sifat termofisika yang menguntungkan, keunggulan sifat neutronik yaitu memiliki kemampuan absorpsi neutron termal sekitar tiga kali lipat dibandingkan uranium, dan thorium juga secara umum dinilai memiliki resistansi proliferasi yang lebih baik,” kata peneliti Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir (PRTRN) BRIN Nuri Trianti, berbicara di forum International Atomic Energy Agency Scientific Forum ‘Nuclear Innovation for Net Zero’, di Wina, Austria pada 2023, dikutip dari situs BRIN.

Thorium di Indonesia

Thorium sering disebut sebagai nuklir hijau, sebab limbah radioaktif yang dihasilkannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan uranium, dan energi yang dihasilkan jauh lebih besar.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimeteri (PRTRRB) BRIN Rohadi Awaludin, pada 2022 mengungkap Indonesia menyimpan potensi sumber daya alam yang cukup untuk pengadaan energi nuklir.

“Indonesia dikaruniai sumber daya alam yang cukup terkait bahan bakar nuklir dalam bentuk uranium dan thorium. Untuk uranium terdapat sekitar 90 ribu ton dan thorium sekitar 140 ribu ton,” ungkap Rohadi saat berbicara di segmen Mining Zone CNBC Indonesia pada Desember 2022, dikutip detikINET dari siaran pers di situs BRIN, Kamis (6/3/2025).

“Sudah cukup modal kita untuk memenuhi kebutuhan energi menggunakan tenaga nuklir ini,” sebut Rohadi yang saat itu sedang menjabat Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN.

Rohadi menyampaikan bahwa di Indonesia telah dipetakan beberapa daerah yang memiliki potensi sebagai daerah tambang Uranium dan Thorium. Namun, saat itu ia mengatakan belum ada pengusaha yang tertarik untuk mengolah mineral tersebut.

“Pengolahan mineral uranium dan thorium akan dimulai jika Indonesia sudah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Artinya lebih ke hulu, ke bahan galian nuklir,” ujarnya.

Dengan penetapan target pemerintah untuk Net Zero Emission (NZE) pada 2060, Rohadi berharap tenaga nuklir dapat dijadikan energi alternatif penyumbang suplai energi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Menurut Rohadi PLTN memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan pembangkit listrik lainnya. “PLTN menghasillkan listrik yang stabil, tidak memancarkan gas rumah kaca dan hanya membutuhkan bahan bakar dalam jumlah yang kecil, sehingga dapat menjamin stabilitas pasokan listrik,” katanya.

Lebih lanjut Rohadi menjelaskan bahwa dalam menentukan lokasi penambangan maupun lokasi PLTN harus memperhatikan aspek 3S, yaitu Safety, Security, dan Safeguards.

“Untuk lokasi penambangan yang lebih diperhatikan adalah aspek security. Untuk PLTN ketiga aspek harus dipastikan terpenuhi dengan baik. Sebelum melakukan kegiatan ada analisis keselamatan terlebih dahulu untuk mengajukan izin ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), yaitu dengan dilakukan evaluasi terhadap tiga aspek tersebut,” terangnya.

Rohadi berharap, meskipun bahan galian nuklir ke depan akan dijual dan diekspor, tetapi sebaiknya sumber daya energi ini dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk di dalam negeri.

Saksikan Live DetikSore :

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version