Selasa, Oktober 1

Jakarta

Seiring dengan perkembangan zaman, Esports saat ini sudah berkembang menjadi industri besar. Padahal dahulu, olahraga elektronik ini sempat dicap negatif.

Co-Founder and CEO EVOS, Hartman Haris, menceritakan perjalanan awal bagaimana esports yang dulunya dianggap sebagai hobi, kini telah menjadi industri besar. Menurut Hartman, esports di Indonesia berkembang karena adanya penetrasi internet yang besar dan kemunculan game-game populer.

“Waktu itu kami mulai seriusin di 2017 karena melihat ruang yang ada. Banyak gamer, internet luas, dan handphone murah banyak. Jadi kita coba, ternyata berhasil,” Hartman di Jakarta Convention Center, Sabtu (28/9/2024).


Namun, perjuangan untuk mendirikan tim esports tidaklah mudah. Salah satu tantangan terbesar adalah stereotip negatif yang dilekatkan pada dunia game, terutama di masyarakat.

“Kalau anak mau izin untuk ikut pertandingan, gurunya seringkali tidak mengizinkan. Padahal kalau anak ini penyanyi atau artis, mereka didukung. Stereotip ini salah satu kendala besar,” ucapnya.

Begitu pun yang dialami Adrian Pauling yang merupakan Co-Founder and CEO RRQ pada kesempatan yang sama. Persepsi tersebut perlahan berubah seiring dengan perkembangan industri esports, pandangan masyarakat pun berubah. Kini banyak sekolah yang mulai mendukung kegiatan esports, bahkan mengintegrasikannya ke dalam ekstrakurikuler.

“Sekarang sudah banyak sekolah yang punya ekskul esports. Dan, yang menarik, ekskul ini hanya untuk murid-murid dengan nilai akademis yang bagus,” ungkap Adrian.

Perubahan ini menandakan bahwa esports tidak lagi dipandang sebelah mata dan mulai dianggap sebagai karir profesional yang menjanjikan.

Selain esports, musik juga menjadi bagian penting dalam acara-acara besar esports. Seperti disampaikan Founder dan CEO The Sound Project, Gerhana Banyubiru, bagaimana musik selalu terlibat dalam event-event esports untuk menambah nilai hiburan.

“Di setiap event esports, pasti ada performance dari musisi. Ini membuat esports lebih dari sekadar pertandingan, tapi juga menjadi bagian dari hiburan.” kata Gerhana.

Kedua industri ini, menghadapi tantangan serupa dalam hal burnout dan mempertahankan relevansi. Kolaborasi keduanya tidak hanya memperluas jangkauan audiens, tetapi juga membuka peluang baru bagi perkembangan industri hiburan di Indonesia.

Hal tersebut dibahas pada sesi ‘Gaming and Music, The Powerhouses of Modern Youth Culture’ di IdeaFest 2024 yang diisi oleh Aldila Karina (Director of Communication – Synchronize Fest), Andrian Pauline Husen (Co founder and CEO RRQ), dan Gerhana Banyubiru (Founder & CEO The Sounds Project), dan Hartman Harris (CEO and Co-founder of EVOS).

*Artikel ini ditulis oleh Dita Aliccia Armadani, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

(agt/agt)

Membagikan
Exit mobile version