Jakarta –
Kota wisata Lapburi di Thailand sempat diserang kawanan monyet. Kini, persoalan itu sudah terkendali.
Sebelum pandemi COVID-19, sekitar 58.000 penduduk Lopburi biasa memberi makan sekitar 3.000 ekor kera ekor panjang yang tinggal di sekitar kota tersebut. Bahkan, mereka mengadakan festival buah tahunan untuk monyet-monyet itu, yang menarik banyak wisatawan ke kota yang terletak sekitar tiga jam perjalanan dari Bangkok itu.
Mengutip The Independent, Senin (18/11/2024) monyet-monyet yang dianggap sebagai simbol keberuntungan itu mendiami hutan di sekitar kota dan telah menjadi bagian penting dari sejarah serta budaya lokal. Namun, setelah Lopburi keluar dari karantina wilayah pada pertengahan 2022, penduduk menyaksikan perubahan drastis.
Tanpa diberi makan oleh manusia, kawanan monyet menjadi lebih agresif dan tak terkendali. Mereka menguasai gedung-gedung, sering menyerang warga, mencuri makanan, dan bahkan menyebabkan kecelakaan.
Beberapa monyet sering melakukan keributan dengan berkelahi yang membuat penduduk setempat terkejut. Banyak dari mereka terpaksa bersembunyi di rumah untuk menghindari gangguan dari monyet-monyet tersebut.
Seorang peneliti di Ecoexist Society, Wisarut Somngam, mengatakan dengan perubahan situasi itu, kini monyet-monyet di sana melakukan segala cara untuk mendapatkan makanan.
“Mereka merampok dengan cara apa pun, mereka tidak ragu untuk merampas tas atau barang-barang yang mereka curigai berisi makanan atau ponsel,” kata Somngam.
Warga setempat termasuk anak-anak dan wanita lanjut usia, bahkan polisi berusaha menggunakan ketapel untuk menakut-nakuti monyet-monyet itu. Meningkatnya keluhan membuat pihak berwenang segera bertindak.
Pihak berwenang mulai menangkap monyet-monyet tersebut menggunakan perangkap dan ketapel. Bahkan, beberapa penduduk merasa terpaksa memasang jeruji besi di rumah mereka untuk melindungi diri mereka.
Salah satu penduduk di sana, Jirat Buapromart, menyebut ia dan penduduk lain terpaksa berdiam diri cukup lama di dalam rumah untuk menghindari kawanan monyet dan menghindari monyet-monyet masuk ke dalam rumah.
“Kami terpaksa mengurung diri di rumah, kami tidak punya kebebasan bahkan di dalam rumah kami sendiri, mereka akan mencuri apa saja dari kami,” ujar Buapromart.
Pada bulan Mei, pemerintah setempat memperkuat upaya pengendalian populasi monyet, termasuk memperluas program sterilisasi yang dimulai selama pandemi.
“Tujuan kami adalah mensterilkan seluruh populasi monyet, 100% dari mereka,” kata dokter hewan Patarapol Maneeorn dari departemen satwa liar setempat pada bulan September.
Monyet-monyet yang sudah disterilkan kemudian akan dipindahkan ke area yang telah ditentukan untuk perawatan lebih lanjut. Setelah lima bulan upaya itu dilakukan, populasi monyet di Lopburi akhirnya terkendali dengan sekitar 1.600 monyet kini ditempatkan di penangkaran.
Meski beberapa kelompok pembela hak asasi hewan setuju dengan sterilisasi monyet, mereka menentang penempatan monyet-monyet tersebut dalam kandang yang tidak memadai. Pendiri Wildlife Friends Foundation Thailand, Edwin Wiek, mengatakan banyak monyet yang menderita karena tidak ditempatkan di tempat yang layak dan semestinya.
“Monyet-monyet itu menderita karena mereka ditempatkan dalam kandang yang tidak dirancang untuk mereka. Kandang tersebut tidak layak,” sebut Wiek.
Di sisi lain, beberapa warga merasa lega dengan berkurangnya gangguan monyet di jalanan Lopburi.
“Segalanya jadi lebih mudah sekarang karena sebagian besar monyet sudah ditangkap. Hidup kami jadi lebih nyaman,” kata Chalit Nithiwkram.
Bisnisnya pun membaik karena pelanggan kini merasa lebih aman untuk datang.
“Jika ada monyet, tidak ada pelanggan yang berani datang dan parkir di sini,” ujarnya.
Namun, bagi sebagian warga Lopburi, kota dan monyet-monyetnya tetap tak terpisahkan, mengingat hubungan budaya yang telah terjalin lama antara keduanya.
(upd/fem)