Jakarta –
Indonesia masih menghadapi masalah sampah botol plastik. Pihak produsen Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK), Aqua mengungkap tantangan yang dihadapi soal daur ulang botol plastik air mineral.
Muhammad Reza Cordova selaku Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik ke-2 terbesar di dunia, seperti dikutip dari detikEdu (11/9/2024).
Salah satunya bersumber dari botol air minum sekali pakai. “Lebih dari 60% plastik yang dihasilkan secara global termasuk oleh Indonesia itu adalah plastik sekali pakai contohnya botol air minum atau plastik pembungkus makanan,” kata Reza.
Menanggapi permasalahan lingkungan ini, AQUA yang diwakili Ratih Anggraeni selaku Head of Climate and Water Stewardship Danone Indonesia mengungkap pandangannya dalam rangkaian Jelajah Gizi 2024 di Banyuwangi (6/11/2024).
Ia menyebutkan upaya daur ulang botol plastik air mineral sudah diimplementasikan AQUA dalam beberapa produknya. Salah satunya AQUA Life dimana 100% plastiknya berasal dari daur ulang. Produk ini banyak ditemukan di Jakarta dan Bali.
Proses produksi AQUA di pabrik Banyuwangi. Foto: Danone Indonesia
|
AQUA Life dirilis tahun 2018 dan menjadi produk pertama AQUA yang bersertifikasi karbon netral. Lalu untuk varian selain AQUA Life, penggunaan botol plastik daur ulang masih bertahap. Ada yang sudah mencapai 10% hingga 25%, tergantung ukuran botol hingga lokasi pabriknya.
“Karena ini lagi-lagi soal supply chain, karena kita harus menyediakan materialnya, raw materialnya ke pabrik tersebut,” kata Ratih. Ia menambahkan, hal yang membuat implementasi botol daur ulang belum bisa dilakukan sepenuhnya adalah karena infrastruktur persampahan di Indonesia yang masih sangat terbatas.
“Yang paling utama, itu kemasan plastik bekas tidak terpilah sejak selesai dari dikonsumsi atau dengan kata lain dari sumbernya. Sehingga ketika kemasan plastik ini bercampur dengan kemasan lainnya atau terkontaminasi dengan bahan lainnya, otomatis bisa menurunkan kualitas dari plastik bekas itu,” jelas Ratih. Alhasil sampah botol plastik itu tidak bisa diproses lebih lanjut untuk daur ulang.
Misalnya botol plastik air mineral yang sudah pernah dijadikan wadah cat atau tempat minuman sehingga warna plastiknya berubah, tidak dapat diproses lebih lanjut untuk daur ulang.
Lalu penggunaan material lain dalam botol air mineral juga bisa jadi kontaminan yang menyulitkan proses daur ulang. Misalnya pembungkus plastik di tutup botol yang ketika proses pemilahan bisa terbawa.
“Kadang memang ada plastik ikut tercampur saat botol dipilah, padahal harusnya untuk membuat plastik daur ulang seperti ini, jenisnya harus PET saja. Kalau bercampur dengan kemasan plastik atau material plastik yang lainnya, dia otomatis akan menjadi kontaminan,” jelas Ratih.
|
Lalu bisa juga dari label merek yang dilem pada botol plastik. “Itu juga menyulitkan karena pengepul atau pemulung harus mengeroknya. Belum lagi lem yang tersisa, itu bisa juga menjadi kontaminan,” tambah Ratih.
Sebagai konsumen, sudah sepatutnya memilih produk yang seminimal mungkin menggunakan virgin plastic. Pilih juga produk yang kemasannya memang mudah didaur ulang nantinya.
Dalam rangkaian Jelajah Gizi 2024, tim detikfood juga diajak mengunjungi Pabrik AQUA Banyuwangi di Kecamatan Singojuruh yang telah meraih penghargaan National Lighthouse Industry 4.0 dari Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Agus Gumiwang Kartasasmita. Penghargaan ini diberikan kepada perusahaan atau industri yang menerapkan teknologi Industri 4.0.
Terlihat pabrik ini dilengkapi dengan teknologi digital yang memungkinkan pengawasan dan pengendalian proses produksi secara real-time. Di sini juga terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap sebesar 378 Kwp, yang memasok 25 persen kebutuhan operasional.
(adr/odi)