Sabtu, November 2

Jakarta

Isu munculnya kembali Selat Muria kembali mengemuka setelah terjadi banjir yang melanda Kabupaten Demak dan sekitarnya.

Selat Muria adalah selat yang pernah ada, memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Muria. Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, menyoroti pentingnya penelitian terkait isu munculnya kembali Selat Muria yang dihubungkan dengan ancaman bencana alam seperti banjir besar di wilayah pesisir Demak.

Ia menyebut perlu adanya pemahaman yang komprehensif terkait karakteristik sumber bahaya geologi untuk melakukan mitigasi bencana secara efektif.


“Isu munculnya Selat Muria ini perlu dilihat dari kejadian bencana banjir besar yang terjadi di wilayah pesisir Demak akibat faktor cuaca ekstrem dan kontribusi penurunan tanah,” ungkap Adrin dalam diskusi ‘Fenomena Selat Muria, Mungkinkah Muncul Kembali?’ di Gedung BJ Habibie BRIN, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).

“Untuk itu, riset terkait aspek cuaca ekstrem, dan penurunan tanah sangat penting dilakukan di wilayah pesisir Demak,” tambahnya.

Menurut Adrin, riset terkait aspek cuaca ekstrem dan penurunan tanah di wilayah pesisir Demak merupakan langkah penting untuk memahami dan mengurangi risiko bencana.

Tim periset dari LIPI sebelumnya telah melakukan riset pada tahun 2017-2019 yang mengungkapkan bahwa laju penurunan tanah di wilayah Kota Demak mencapai 2,4 – 2,5 cm/tahun, disebabkan oleh proses pemadatan alami dan penurunan muka air tanah.

Di sisi lain, Adrin menjelaskan bahwa fokus riset di Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN terkait dengan empat jenis bencana geologi utama yaitu gempa bumi, tsunami, gunung api, dan gerakan tanah.

Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, menyoroti pentingnya penelitian terkait isu munculnya kembali Selat Muria. Foto: Rachmatunnisa/detikcom

Ada lima fokus riset yang dijalankan, meliputi riset dan inovasi terkait bahaya gempa bumi, tsunami, gunung api, gerakan tanah, serta kajian risiko dan resiliensi bencana geologi.

Kegiatan riset dan inovasi yang dilakukan mencakup pemetaan dan pemodelan sumber bahaya geologi, dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang komprehensif terkait karakter sumber bahaya geologi dan periode ulang kejadian.

Selain itu, fokus juga diberikan pada pengembangan teknologi pemantauan dan peringatan bahaya geologi, yang telah diimplementasikan di beberapa daerah risiko bencana geologi, seperti zona Sesar Lembang dan wilayah Selat Sunda.

Adrin menegaskan bahwa riset dan inovasi di bidang kebencanaan geologi merupakan langkah krusial dalam memitigasi risiko bencana secara efektif. Dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik sumber bahaya geologi dan penerapan teknologi pemantauan yang tepat, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi ancaman bencana alam, termasuk potensi risiko di sekitar Selat Muria.

“Mitigasi bencana itu memerlukan pengetahuan yang komprehensif mengenai karakteristik sumber bahaya geologi. Riset kebencanaan geologi yang dilakukan harus dapat menghasilkan informasi ilmiah terkait karakteristik sumber bahaya geologi dan kerentanan suatu wilayah terhadap risiko bencana serta teknologi pemantauan sumber bahaya yang murah untuk dapat mendukung upaya mitigasi bencana geologi secara efektif,” bebernya.

Dengan demikian, penelitian dan inovasi yang terus dilakukan di Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat dari ancaman bencana alam di seluruh Indonesia.

Simak Video “Jokowi soal Banjir di Demak: Tanggul Jebol Sudah Dikerjakan
[Gambas:Video 20detik]

(rns/fay)

Membagikan
Exit mobile version