Selasa, Oktober 8


Sukabumi

Pemandangan tak lazim terlihat di kawasan Cagar Alam Tangkubanparahu. Seekor biawak berukuran besar terlihat mengais makanan dari tumpukan sampah berserakan.

Area tersebut seharusnya dilindungi dari aktivitas pembuangan sampah sisa makanan manusia. Biawak yang panjangnya sekitar 1,5 meter itu terlihat merayap di antara tumpukan sampah plastik air minum dalam kemasan, bungkus sabun, dan peti kayu yang berserakan di cagar alam itu.

“Saya sering melihat orang-orang membuang sampah sembarangan di sini, padahal ini kawasan cagar alam. Biawak yang biasanya mencari makanan di alam sekarang malah mengais sampah, ini jelas mengganggu ekosistem,” kata Deni, warga yang kebetulan melintas di kawasan tersebut.


Kehadiran satwa liar yang mencari makan di antara sampah rumah tangga dan plastik yang dibuang manusia sungguh miris. Sebab kawasan yang seharusnya terlindungi itu malah tercemar oleh ulah manusia.

“Mereka mungkin tidak paham atau tidak peduli, yang penting tidak di rumahnya sendiri. Ini sangat menyedihkan karena alam yang harusnya bersih malah jadi tempat pembuangan sampah,” lanjutnya.

Hal senada diungkapkan Ujang (52), warga setempat yang sering melintasi area tersebut. Menurut Ujang, perilaku membuang sampah sembarangan tidak hanya dilakukan oleh penduduk lokal, tetapi juga oleh pengunjung yang datang ke kawasan cagar alam.

“Orang-orang dari luar daerah juga sering buang sampah sembarangan. Padahal, ini tempat yang seharusnya dilindungi. Sayangnya, tidak ada yang benar-benar mengawasi atau menegur mereka,” kata Ujang.

Harus Ada Penegakan Hukum yang Tegas

Melihat jenis beberapa sampah yang seragam, Ujang menduga ada pihak yang sengaja membuang sampah di kawasan Cagar Alam tersebut. Minimnya pengawasan dan rendahnya kesadaran masyarakat telah membuat kawasan ini terancam oleh pencemaran sampah.

“Harus ada aturan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang jelas. Kalau dibiarkan terus seperti ini, bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi juga satwa-satwa di dalamnya akan terancam,” tambahnya.

Fenomena biawak yang mengais sampah di Cagar Alam Tangkuban Parahu adalah potret kecil dari masalah yang lebih besar. Kerusakan lingkungan akibat ulah manusia. Tanpa kesadaran dan tindakan nyata, kawasan konservasi yang seharusnya menjadi tempat perlindungan bagi flora dan fauna justru akan menjadi sarang sampah, merusak ekosistem yang ada di dalamnya.

“Saya berharap segera ada perhatian, minimal sampah-sampah itu segera diangkut. Karena berada di ruas jalan utama menuju kawaan Kota Wisata Palabuhanratu yang juga merupakan Ibu Kota Kabupaten Sukabumi,” tutup Ujang.

BBKSDA Buka Suara

Dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Kepala Resor Konservasi Wilayah VI Sukabumi, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Isep Mukti Miharja memberikan tanggapan perihal ini. Isep menekankan pentingnya komunikasi intensif dengan masyarakat sekitar untuk mengatasi masalah sampah yang semakin mencemari kawasan konservasi tersebut.

“Kita harus banyak berkomunikasi dengan warga. Sampah di pinggir jalan itu seringkali dilempar begitu saja, dan kita tidak tahu apakah yang membuang itu warga sekitar atau hanya orang yang kebetulan lewat. Ini sudah jadi kebiasaan yang sulit dikendalikan tanpa komunikasi yang baik,” jelas Isep.

Menurut Isep, pihaknya belum melakukan imbauan yang cukup terkait larangan membuang sampah, terutama di bagian dalam kawasan cagar alam.

“Di dalam area, banyak ditemukan sampah seperti popok sekali pakai (pampers). Sampah di luar lebih banyak berasal dari warga sekitar atau pengendara yang sekadar lewat dan membuang sampah sembarangan ke pinggir jalan,” tambahnya.

Padahal menurutnya, pemda setempat telah memasang papan larangan membuang sampah di kawasan tersebut sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan.

“Di sana sudah ada plang larangan, itu bentuk kepedulian Pemda. Papan tersebut dipasang sebagai hasil kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Sekarang, yang perlu kita lakukan adalah memperbanyak sosialisasi tentang pentingnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan,” kata Isep.

Isep juga menjelaskan biawak memiliki kemampuan untuk memakan apa saja, termasuk sampah.

“Biawak bisa makan apa saja. Bisa jadi, makanan alami di dalam kawasan kurang, sehingga mereka mencari di tumpukan sampah. Namun, sampah-sampah ini jelas tidak disarankan untuk dikonsumsi oleh satwa liar,” katanya.

Ia menambahkan bahwa pihaknya sudah sering berkomunikasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengenai pemilahan sampah di kawasan konservasi.

“Kita sering bicara dengan DLH soal pemilahan sampah, terutama sampah plastik yang mendominasi di kawasan ini. Namun, DLH memang memiliki keterbatasan tenaga dalam menangani hal ini,” ungkap Isep.

——-

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version