Selasa, Juli 2


Jakarta

Presiden terpilih Prabowo Subianto mempunyai program unggulan yakni makan bergizi gratis yang bakal terlaksana pada 2025. Tapi, ada sederet kekhawatiran terhadap program tersebut.

Organisasi nirlaba Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mewanti-wanti program tersebut dapat membuat rata-rata pagu anggaran kementerian-lembaga (K/L) turun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2025.

“Rata-rata penurunan pagu anggaran K/L bisa mencapai 10-20 persen dari tahun sebelumnya, hal ini diduga berkaitan dengan program makan bergizi yang akan direalisasikan pada tahun 2025,” tulis FITRA dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (29/6/2024).


Namun FITRA menilai penurunan anggaran K/L masih dinamis karena masing-masing K/L masih bisa menegosiasi kerangka pagu indikatif lewat forum Trilateral Meeting antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan K/L teknis sampai Pembacaan Nota Keuangan pada 16 Agustus mendatang.

“Peluang kedua bisa pada saat pembahasan RAPBN antara eksekutif dan legislatif pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2024 (APBN),” ucap Sjen FITRA, Misbah Hasan.

Misbah kemudian menjelaskan berdasarkan simulasi Kementerian PPN/Bappenas, program makan bergizi gratis membutuhkan anggaran sekitar Rp 71 triliun untuk 20 ribu porsi makanan pada 2025. Alokasi Rp 71 triliun adalah simulasi awal dari total alokasi Rp 185,2 triliun per tahun. Sasaran program makan bergizi gratis adalah siswa pra-sekolah, SD, SMP, SMA dan Pesantren yang jumlah totalnya mencapai 80 juta pada tahun 2029 untuk tujuan menangani stunting.

Misbah menilai anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp 71 Triliun untuk terlalu besar, apalagi skema pemberiannya juga belum jelas teknisnya. Karenanya, Misbah menyarankan agar uji publik seharusnya dilakukan terlebih dulu agar tidak ada persoalan dalam pelaksanaannya.

“Program ini belum jelas akan diurus oleh kementerian mana, apakah akan dilakukan Kementerian tersendiri atau lintas kementerian. Hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan struktur Kabinet presiden dan wakil presiden baru yaitu Prabowo-Gibran. Harusnya terlebih dahulu dilakukan uji pubik, jangan sampai di tengah jalan terjadi persoalan,” tambah Misbah.

Selain itu, melihat terbatasnya ruang antara APBN dan janji politik Prabowo, Misbah meyakini pemerintah tentu akan mencari tambahan pendapatan agar program makan bergizi terealisasi. Salah satunya dengan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan mencari sumber pendapatan lainnya baik dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Saat ini, pemerintah sudah menerapkan Authomatic Adjustment 5% ke seluruh K/L yang kemungkinan juga digunakan untuk program makan bergizi gratis, dan ini hampir pasti akan diterapkan di tahun 2025 dengan persentasenya yang lebih besar. Padahal Authomatic Adjusment ini harusnya digunakan pada saat kondisi negara genting karena ketidakstabilan global,” beber Misbah Hasan.

Hati-hati Anggaran Bocor

Peneliti Fitra Guranadi Ridwan juga mengatakan bahwa selain persoalan teknis dan pendanaan, pemerintahan mendatang juga perlu mengatasi dan membuat mitigasi untuk mengatasi kebocoran anggaran dan conflict of interest dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ) program makan bergizi gratis.

“Jangan sampai program makan siang gratis dijadikan bancakan dan bagi-bagi jatah saja, hal ini tentu akan berakibat pada efektifitas dan dampak program. Publik tentu tidak rela jika alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun akan banyak dihabiskan untuk administrasi, rapat dan koordinasi saja, oleh sebab itu transparansi anggarannya harus jelas” ucap Gurnadi.

Selain itu, Gurnadi juga memberikan catatan jika alokasi makan bergizi gratis masuk dalam pos cadangan yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Berdasarkan pengalaman FITRA, transparansi dan akuntabilitas anggaran di BUN relatif sulit diakses. Ada dua akses data yang pernah dilakukan FITRA ke BUN yaitu permohonan data anggaran program BBM Tertentu (JBT) Minyak Solar dan data anggaran Bansos Presiden. Keduanya tidak bisa diakses karena alasan kerahasiaan dan keamanan negara.

“(Jika masuk BUN) akan sulit dipantau, bahkan legislatif hanya tahu gambaran besarnya saja” pungkas Gurnadi.

Pada Sabtu (29/6/2024), detikcom pun telah menghubungi Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, Anggota Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka G Budisatrio Djiwandono, serta Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan Yustinus Prastowo untuk dimintai komentar soal hal tersebut.

Namun hingga berita ini diturunkan, mereka belum memberi tanggapan.

(kil/kil)

Membagikan
Exit mobile version