Minggu, September 22


Jakarta

Era tiket pesawat mahal kembali membayangi Indonesia, pemerintah putar otak agar bisa menekan harga tiket menjadi lebih terjangkau. Satgas Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional pun dibentuk dan sudah menyiapkan beberapa kebijakan untuk mengatasi masalah ini.

Beberapa kebijakan yang sedang disiapkan untuk menekan harga tiket pesawat mulai dari penghapusan pajak suku cadang pesawat, penghapusan PPN untuk pembelian tiket oleh penumpang dan pembelian avtur untuk maskapai, hingga membuka pasar avtur untuk pihak swasta.

Yang jadi pertanyaan, seberapa ampuh kebijakan-kebijakan ini menekan harga tiket pesawat?


Analis Independen Bisnis Penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan kebijakan-kebijakan ini bisa optimal menekan harga tiket apabila implementasinya segera dilakukan dalam waktu dekat dan berbarengan.

“Kalau semua itu dilakukan memang bisa langsung menurunkan harga tiket. Tapi harus semuanya ya. Soalnya kalau satu per satu tetap saja tidak akan berpengaruh banyak,” ungkap Gatot ketika dihubungi detikcom, Minggu (22/9/2024).

Gatot menekankan yang akan paling berdampak menekan harga tiket adalah kebijakan penghapusan PPN tiket pesawat. Sebab, pajak yang satu ini diterapkan langsung kepada masyarakat yang mau membeli tiket pesawat.

“Yang bisa langsung berdampak pada penumpang itu kan PPN tiket yang 11%, kabarnya tahun depan naik 12%. Kalau itu dihapus seharusnya akan menurunkan harga tiket minimal 11%,” ujar Gatot.

Catatan dari Gatot adalah pemerintah harus mempunyai komitmen politik atau political will untuk menyelenggarakan semua kebijakan yang dimaksud. Untuk kebijakan penghapusan bea masuk suku cadang saja misalnya, sudah 10 tahun kebijakan ini dibahas dan didiskusikan, tapi tak ada satupun kebijakan yang dikeluarkan.

“Artinya apa? Artinya sebenarnya itu tergantung political will pemerintah.Karena pemerintah sudah tahu apa yang harus dilakukan sejak lama, tapi tidak dilakukan juga. Kalau sekarang kan sudah mepet masa kerja mereka, apa bisa dilakukan? Kalau pemerintahan yang baru mau melakukan hal ini, itu bagus,” ungkap Gatot.

Gatot melanjutkan masih ada satu isu lagi yang belum tersentuh dalam pembahasan penurunan tiket belakangan ini. Hal itu adalah dugaan monopoli di rute dan slot penerbangan yang dipegang oleh satu grup maskapai tertentu saja.

Masalah ini harus diurai dan Kementerian Perhubungan sebagai regulator utama penerbangan seharusnya bisa turun tangan soal masalah ini tanpa perlu berkoordinasi lintas sektoral.

“Kalau masih ada monopoli dan tidak ada persaingan yang sehat, maka harga tiket tetap akan di batas atas. Dan soal monopoli ini sebenarnya aturannya ada di Menteri Perhubungan, harusnya lebih gampang,” sebut Gatot.

Catatan Soal Tata Kelola Avtur

Di sisi lain, Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) Alvin Lie bicara banyak soal tata kelola penyediaan avtur di Indonesia.

Dia mengatakan seharusnya pemerintah tak usah bicara soal membuka pasar avtur untuk pemain swasta. Karena selama ini, menurut Alvin memang tidak ada aturan yang melarang pemain swasta untuk masuk ke sektor penyediaan bahan bakar pesawat.

Yang jadi masalah adalah banyak persyaratan yang membuat pemain swasta ogah masuk dan berdiri sendiri pada pasar penyediaan avtur di Indonesia. Kebanyakan ujungnya hanya bekerja sama dengan Pertamina atau bahkan tak mau membuka usaha penyediaan avtur di Indonesia.

Salah satunya, Alvin mengatakan karena adanya aturan ketat soal pembangunan penyediaan infrastruktur penyaluran avtur yang diwajibkan untuk dibangun pemain swasta. Modalnya terlalu besar untuk menyanggupi hal itu.

“Selama ini tidak ada aturan yang melarang pemain swasta untuk masuk, tidak ada larangan. Kenapa nggak ada pemain swasta masuk? Karena ada persyaratan untuk main di bidang avtur, misalnya kewajiban penyediaan infrastruktur yang biayanya tidak kecil,” beber Alvin Lie kepada detikcom.

“Butuh investasi besar dan infrastruktur yang tidak sederhana. Ini tidak murah,” sebutnya.

Selama ini hanya Pertamina yang menyediakan avtur karena konsekuensi penugasan dari pemerintah. Tanpa Pertamina tak ada yang mau menyediakan avtur, apalagi di daerah-daerah yang cenderung terpencil.

Masalah berikutnya adalah ada sederet biaya yang harus dibayarkan pemain avtur bila mau menjajakan bensin pesawat di Indonesia. Dari cerita yang didapat Alvin dari Pertamina, biaya melakukan bisnis jual avtur memang besar sejak awal.

Pertama harus menyediakan biaya investasi untuk membangun infrastruktur avtur di sekitar bandara. Lahannya saja harus menyewa dari pihak bandara dan membuat sebuah biaya baru.

Kedua, untuk tiap avtur yang dijual harus ada biaya throughput fee yang harus dikeluarkan. Ketiga masih ada pungutan dari BPH Migas senilai 0,25% dari total harga setiap liter avtur yang dijual. Belum lagi masih harus ada Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan untuk avtur.

Menurut Alvin meskipun ada banyak pemain swasta yang menjajakan avtur di Indonesia, bila banyak beban tambahan seperti yang dia paparkan nampaknya akan sama saja. Avtur tetap tinggi dan biaya produksi pun tak menurun, artinya kebijakan itu tak memberikan dampak besar ke penurunan harga tiket pesawat.

“Kalau dibuka ke swasta tapi biaya serupa yang banyak itu masih ada, ya rasanya tidak akan berubah begini-begini saja adanya,” sebut Alvin.

Simak Video: Harga Tiket Pesawat Ditargetkan Turun 10% Oktober Mendatang

[Gambas:Video 20detik]

(hal/kil)

Membagikan
Exit mobile version