Selasa, September 17


Nusa Penida

Seorang turis bule tak menyangka perjalanannya dari Lombok ke Bali akan membawa kekecewaan. Begini kisahnya.

Dilansir dari Yahoo News pada Kamis (8/22), Laura Jaye (21) tidak keberatan membayar sekitar USD 40 atau Rp 624 ribuan untuk menyeberang dari Lombok ke Nusa Penida.

Semua dirasa baik-baik saja, sampai pada 20 menit pertama saat kapal mulai berlayar. Gelombang membuat kapal terombang-ambing, kru kapal membagikan kantong dan obat anti mabuk.


“Kru mulai membagikan ‘kantong kotoran anjing’ dan ‘tablet mabuk laut’, sebuah tanda tentang apa yang akan terjadi.” ucapnya.

Perjalanan mulai membuat penumpang panik. Jaye mengaku tidak ada peringatan akan keadaan laut yang bergelombang sebelum naik.

“Ini mulai menjadi mengerikan. Perahu itu terasa seperti akan terbalik, ombaknya melewati bagian atas perahu dan semua orang di atap benar-benar basah kuyup. Ada gadis-gadis di bagian depan yang menangis dan orang-orang mencoba menelepon keluarga mereka. Itu benar-benar sangat traumatis,” katanya.

Jaye mengklaim awak kapal tidak berbuat banyak untuk meyakinkan penumpang tentang kondisi yang diperkirakan terjadi di rute tersebut atau menjelaskan apa yang terjadi, yang menyebabkan keresahan lebih lanjut.

“Hanya ada sedikit komunikasi dari staf dan orang-orang benar-benar panik. Mereka tidak memberi tahu apakah ini hal yang umum dan tidak perlu panik, atau mengapa itu terjadi,” kata Jaye.

Dia menjelaskan seorang penumpang bahkan mengalami serangan panik di sampingnya, dan meskipun awak kapal membawanya ke area perahu yang paling sedikit pergerakannya, sebagian besar penumpang dibiarkan sendiri selama dua jam perjalanan.

“Semua orang sangat gugup,” katanya.

Rute ini dikenal sangat bergejolak selama musim hujan Indonesia, yang berlangsung dari November hingga April, dengan periode ini membawa cuaca yang tidak terduga. Operator kapal diketahui menutup layanan dan penumpang diimbau untuk membuat pengaturan perjalanan alternatif selama cuaca ekstrem ini.

Namun, kondisi buruk masih dapat terjadi di luar musim hujan, seperti yang terjadi pada perjalanan Jaye.

“Rute ini melintasi dua arus yang berlawanan dan (paling baik) berangkat pagi-pagi sekali untuk menghindari kondisi ekstrem. Semakin malam, ombaknya semakin buruk,” katanya.

(bnl/wsw)

Membagikan
Exit mobile version