Jakarta –
Wabah mpox atau cacar monyet mulai menjadi perhatian dunia. Beberapa waktu lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meningkatkan status virus mpox menjadi public health emergency of international concern (PHEIC).
Hal ini membuat sebagian masyarakat khawatir mpox juga akan menjadi pandemi baru setelah COVID-19. Sebelum dicabut pada Mei 2023, COVID-19 juga berstatus PHEIC seperti halnya Mpox saat ini.
Sejak 2022, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) telah mengonfirmasi 88 kasus Mpox. Namun pemeriksaan terhadap sejumlah sampel kasus menunjukkan seluruhnya terinfeksi virus monkeypox Clade IIb.
Guru Besar Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof dr Amin Soebandrio, PhD, SpMK mengatakan yang perlu dilakukan masyarakat saat ini adalah waspada. Pasalnya, clade I mpox yang dianggap lebih mematikan bisa saja masuk ke Indonesia.
“Mpox clade I dianggap lebih ganas, dengan angka kematian lebih tinggi. Sebaliknya, penyebaran clade II lebih luas tapi angka kematian lebih rendah,” ujar Prof Amin kepada detikcom, Sabtu (31/8/2024).
“Saat ini, yang banyak ditemukan (di Indonesia) adalah clade II. Sekalipun demikian, kemungkinan penyebaran keluar benua Afrika secara bersamaan Clade I, IIa, dan IIb harus diwaspadai,” sambungnya.
Prof Amin berpesan kepada masyarakat untuk tetap berupaya menekan penularan dan/atau penyebaran mpox di Tanah Air. Menurutnya, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan.
“Kesiapan diagnostik, termasuk diagnostik molekuler. Penyediaan vaksin dan pengobatan. Menghindari perilaku berisiko, seperti kontak dengan hewan liar, perilaku seks tidak sehat, dan sebagainya,” kata Prof Amin.
Virus Mpox Berbeda dengan COVID-19
Prof Amin menegaskan bahwa virus mpox ini berbeda dengan SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19. Perbedaan utama terkait dengan cara penularannya.
“COVID-19 jauh lebih cepat penularannya, utamanya melalui udara (airborne). Mpox utamanya ditularkan melalui kontak atau hubungan seksual walaupun dapat pula ditularkan melalui droplet jarak pendek,” katanya.
Oleh karenanya, pemerintah menerapkan strategi vaksinasi yang berbeda. Jika pada COVID-19 vaksinasi dilakukan secara massal dan serentak, pada Mpox hanya kelompok berisiko yang mendapat prioritas vaksinasi.
Selain karena risiko penularan yang lebih rendah, vaksinasi Mpox tidak dilakukan secara massal karena kelompok tertentu yang pernah mendapatkan vaksinasi cacar atau terinfeksi penyakit tersebut telah memiliki kekebalan alami terhadap Mpox.
“Vaksinasi cacar air dapat mencegah 85 persen penularan, setidaknya dapat mengurangi beratnya penyakit karena Mpox,” ujar Prof Amin.
(dpy/up)